PBB Bikin Gaduh: 5 Beda Nasib Bupati Pati dan Dedi Mulyadi yang Kontras Abis

Andi Ahmad S Suara.Com
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 09:45 WIB
PBB Bikin Gaduh: 5 Beda Nasib Bupati Pati dan Dedi Mulyadi yang Kontras Abis
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). [ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom]

Suara.com - Dua pemimpin, satu isu krusial bernama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), namun menghasilkan dua cerita yang bagai bumi dan langit.

Di Pati, Jawa Tengah, kebijakan PBB membuat kursi bupati digoyang ribuan massa. Sementara itu, Dedi Mulyadi justru menggunakan isu PBB untuk menebar kebijakan populis di Jawa Barat.

Kisah kontras ini bukan hanya soal angka pajak, tapi cerminan gaya kepemimpinan, seni komunikasi, dan nasib politik seorang pejabat publik.

Yuk, kita bedah 5 perbedaan mencolok yang memisahkan keduanya.

1. Arah Kebijakan: Menaikkan vs Menghapuskan

Perbedaan paling fundamental terletak pada inti kebijakan yang diambil.

Bupati Pati Sudewo mengambil langkah yang tidak populer dengan menaikkan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.

Tujuannya jelas menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meski tidak semua objek pajak naik maksimal, angka ini sudah cukup untuk memicu kepanikan dan kemarahan publik.

Dedi Mulyadi melakukan manuver sebaliknya. Ia justru menginstruksikan para bupati dan wali kota di Jawa Barat untuk menghapuskan tunggakan PBB tahun 2024 dan tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga: Beda Nasib! Saat Pernyataan Bupati Pati Picu Demo, Imbauan Dedi Mulyadi Panen Simpati Warga

Baginya, ini adalah cara meringankan beban rakyat sekaligus strategi agar wajib pajak lebih patuh di masa depan.

2. Reaksi Publik Digeruduk Massa vs Potensi Simpati

Bupati Pati Sudewo duduk di kursi Suzuki Jimny Caribian (Instagram)
Bupati Pati Sudewo duduk di kursi Suzuki Jimny Caribian (Instagram)

Arah kebijakan yang berbeda 180 derajat ini tentu menghasilkan respons publik yang sama kontrasnya.

Di Pati, sekitar 1.000 orang warga turun ke jalan, membanjiri Alun-alun dan menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya.

Aksi ini bahkan diwarnai dengan pengumpulan donasi air mineral sebagai simbol perlawanan jangka panjang.

Di Jawa Barat, kebijakan Dedi Mulyadi berpotensi besar menuai simpati dan dukungan publik. Dengan menghapus tunggakan, ia memposisikan diri sebagai pemimpin yang mengerti kesulitan ekonomi warganya. Tidak ada demo, yang ada adalah citra positif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI