Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto akhirnya buka suara soal pembebasan bersyarat eks Ketua DPR RI, Setya Novanto dalam kasus e-KTP.
Setyo Budiyanto menilai, keputusan tersebut harus dijalankan, meskipun ada yang merasa kurang tepat.
Setyo mengatakan, pembebasan bersyarat memang merupakan bagian dari sistem hukum pidana yang ada di Indonesia.
Lantaran hal itu, Setyo sebagai ketua KPK dia harus menjalankan keputusan tersebut.
"Bebas bersyarat bagian dari sistem hukum pidana yang ada, terlepas ada yang merasa kurang tepat, prosedur itu harus dijalankan," ujar Setyo Budiyanto.

Hal serupa juga sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Menurut Tanak, senang atau tidak senang, keputusan tersebut harus diterima dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara.
"Ya, itu konsekuensi dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada yang senang dengan kebijakan yang dibuat dan ada juga yang tidak senang. Senang atau tidak senang, kita harus tetap menerima, itulah konsekuensi hidup berbangsa dan bernegara," papar Johanis Tanak.
Lebih lanjut, Tanak mengungkap bahwa keputusan pembebasan bersyarat terhadap Setya Novanto atau Setnov merupakan ranah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Baca Juga: Setya Novanto Bebas Bersyarat, MAKI Surati Menteri Imipas dan Ancam Gugat ke Pengadilan
"KPK tidak ikut campur dengan hal tersebut," kata Tanak.

Tanak menjabarkan, kewenangan lembaga antirasuah terbatas pada penanganan tindak pidana korupsi.
Dalam hal penindakan, kewenangannya hanya mencakup penyelidikan, penyidikan, penuntutan, serta eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Setelah semua tugas tersebut dilaksanakan, selesai sudah tugas KPK," tuturnya.
Sebagai informasi, Setya Novanto yang merupakan terpidana kasus korupsi mendapatkan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat.
"Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin. Dia bebas bersyarat karena dia peninjauan kembalinya dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun," kata Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Jabar, Kusnali.
Kusnali memastikan pemberian bebas bersyarat kepada Setya Novanto sudah sesuai dengan aturan dengan telah menjalani dua pertiga masa pidananya dari total pidana penjara 12,5 tahun.
"Dihitung dua per tiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025," katanya.
Selain itu, Setya Novanto diketahui telah membayar denda sebesar Rp 500.000.000 uang pengganti, dibuktikan dengan surat keterangan LUNAS dari KPK No.B/5238/Eks.01.08/26/08 2025 tanggal 14 Agustus 2025, juga sudah membayar Rp 43.738.291.585 pidana uang pengganti, sisa Rp 5.313.998.118 (subsider 2 bulan 15 hari).
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto mengatakan pembebasan bersyarat terpidana Setya Novanto juga sudah melalui asesmen.
"Iya (bebas bersyarat) karena sudah melalui proses asesmen dan yang bersangkutan, berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK) itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 (Juli) yang lalu," kata Agus di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu, 17 Agustus 2025.
Agus menuturkan Setya Novanto tidak perlu lagi melakukan lapor diri ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin karena sudah membayar denda subsider.
"Putusan peninjauan kembali kepada yang bersangkutan dikurangi masa hukumannya," ujar Agus.
Diketahui, pada 24 April 2018, Setya novanto dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi KTP elektronik yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun.
Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Hak politiknya juga dicabut selama lima tahun.
"Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK," kata Ketua Majelis Hakim, Yanto, kala itu.
Setelah itu, Setnov mendekam di bui. Selama menjalani masa tahanan, Setya beberapa kali mendapatkan remisi atau pemotongan masa hukuman.
Setiap Lebaran pada 2023 dan 2024, Setya mendapatkan remisi masing-masing 30 hari. Setya juga mendapatkan remisi 90 hari pada HUT ke-78 RI.
Kontributor : Anistya Yustika