Suara.com - Rencana revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU) memicu kekhawatiran serius dari para pelaku industri.
Ketua Tim 13 Asosiasi Haji dan Umrah, M Firman Taufik, secara tegas memperingatkan bahwa perubahan regulasi ini tidak boleh merusak ekosistem ekonomi umat yang telah menopang industri haji dan umrah nasional selama puluhan tahun.
Peringatan ini disampaikan dalam Forum Legislasi yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR RI, Selasa (19/8/2025).
Forum tersebut juga menghadirkan Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abidin Fikri sebagai narasumber.
Potensi Dominasi Asing
Kekhawatiran utama yang disuarakan Firman adalah potensi dilegalkannya umrah mandiri melalui RUU PIHU.
Menurutnya, langkah ini dapat membuka pintu bagi pemain asing untuk mendominasi pasar dan secara perlahan mematikan pelaku usaha lokal yang selama ini menjadi tulang punggung ekosistem.
“Kami berharap para anggota DPR yang terhormat, memahami bahwa UU Haji dan Umrah sangat penting karena menyangkut hajat hidup umat dan dampaknya terhadap ekonomi nasional."
"Jika umrah mandiri dilegalkan melalui UU ini, maka potensial marketplace asing menguasai dan membunuh ekosistem ekonomi keumatan,” tegasnya.
Baca Juga: Revisi UU Haji Mendesak: Aturan Kuota 'Made in Indonesia' Tak Sesuai Realita Arab Saudi
Menurut Firman, undang-undang yang ideal harus mampu memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada warga negara, serta adaptif terhadap tantangan zaman tanpa mengorbankan fondasi yang sudah ada.
Firman mengingatkan bahwa ekosistem haji dan umrah memiliki akar sejarah yang kuat, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Penyelenggaraannya dirintis oleh berbagai elemen masyarakat yang kini telah berevolusi menjadi sebuah industri kompleks.
"Sejak sebelum Indonesia merdeka, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah sudah dilakukan oleh ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, serta tokoh agama dan pesantren," katanya.
![Jemaah haji asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang baru pulang dari Tanah Suci [Suara.com/Buniiamin]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/19/53323-calon-jemaah-haji.jpg)
"Ini menjadi cikal bakal terbentuknya ekosistem haji dan umrah yang sekarang berkembang menjadi industri," kata Firman.
Industri ini, lanjutnya, melibatkan jejaring ekonomi yang luas, mulai dari UMKM, pusat konveksi, katering, transportasi, perhotelan, hingga pembimbing ibadah.