Suara.com - Aksi kekerasan aparat kepolisian terhadap jurnalis foto Antara, Bayu Pratama Syahputra saat meliput aksi demontrasi di Gedung DPR RI pada Senin (25/8/2025) menuai kecaman.
Aksi pemukulan polisi terhadap wartawan yang sedang bertugas meliput aksi unjuk rasa dianggap sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers.
Kecaman soal aksi brutal polisi kepada jurnalis Antara diungkapkan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum). Terkait aksi kekerasan itu, Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil mendesak agar aparat yang melakukan pemukulan terhadap Bayu untuk diproses hukum dan dijatuhi sanksi keras.
"Ini bukan sekadar insiden, ini ancaman nyata terhadap kebebasan pers. Setiap kali jurnalis dipukul, publik ikut dipukul. Aparat yang melakukannya harus diusut, disanksi tegas, dan jangan sampai ada perlindungan terhadap pelaku,” ungkapnya pada Senin.
Berkaca dari kasus ini, dia menganggap awak media masih kerap menjadi sasaran aksi kekerasan polisi saat meliput berita. Padahal, aksi peristiwa itu, Bayu membawa alat kerja yaki berupa dua kamera dan menggunakan helm bertuliskan 'Antara'.
“Jurnalis sudah jelas mengenakan atribut, sudah jelas memperkenalkan diri, tapi tetap dipukul. Ini menunjukkan ada masalah serius dalam cara aparat memperlakukan pers,” ujarnya.
Ia menambahkan, kekerasan terhadap jurnalis dalam aksi massa bukan hal baru dan terus berulang dari waktu ke waktu.

“Kami sudah berkali-kali menyaksikan peristiwa seperti ini. Peringatan demi peringatan seperti tak ada artinya. Padahal, kerja jurnalis di lapangan sudah cukup berisiko tanpa harus dibayangi ancaman pemukulan atau intimidasi,” ujarnya.
Untuk itu, Kamil menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pengamanan aksi massa dan penegakan aturan perlindungan pers.
Baca Juga: Sempat 'Dikuasai' Anak STM saat Demo di DPR, Ruas Tol Dalam Kota Ditutup Total!
“Negara harus hadir untuk melindungi, bukan melukai. Setiap tindakan membungkam pers adalah serangan terhadap demokrasi. Ini harus dihentikan,” bebernya.
Imbas dari insiden itu, aparat kepolisian tampaknya harus membaca aturan perlindungan pers yang termaktub dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999. Dalam aturan itu, kerja jurnalis harus bebas dari ancaman dan intimidasi pihak manapun saat meliput di lapangan.
Maka insiden pemukulan terhadap perwata foto Antara jadi alarm keras bagi aparat kepolisian.
“Jurnalis bukan musuh. Mereka bekerja untuk kepentingan publik," ujar Sekretaris Jenderal Iwakum, Ponco Sulaksono menambahkan.
Lantaran masih maraknya kasus kekerasan terhadap jurnalis, Ponco berharap gugatan Iwakum di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan uji materi atau judicial review Pasal 8 UU Pers bisa segera dikabulkan.
"Frasa perlindungan hukum dalam Pasal 8 UU Pers saat ini multitafsir dan tidak jelas. Kami meminta agar MK memperjelas perlindungan hukum yang dimaksud dalam pasal itu adalah tindakan kepolisian, baik itu penggeledahan, penangkapan, ataupun penetapan tersangka hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari Dewan Pers," pungkasnya.