Industri Hotel Jakarta Terancam Kolaps? Pemprov DKI Turun Tangan dengan Insentif Pajak

Selasa, 26 Agustus 2025 | 09:09 WIB
Industri Hotel Jakarta Terancam Kolaps? Pemprov DKI Turun Tangan dengan Insentif Pajak
Gubernur Jakarta Pramono Anung naik transportasi umum setiap Rabu. (Pemprov DKI Jakarta)

"Juga untuk makanan dan minuman, bukan hanya jasa perhotelan saja tetapi juga untuk makanan dan minuman 20 persen sampai dengan Desember 2025." ucap Pramono.

"Wajib pajak dapat menyampaikan surat pernyataan bersedia melakukan pelaporan data transaksinya usaha secara elektronik dengan menggunakan sistem e-TRAP yang selama ini kita gunakan," katanya.

Kondisi Darurat Industri Perhotelan

Kebijakan tersebut dinilai hadir di saat kondisi yang genting.

Sebelumnya, data survei Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI DK Jakarta) pada April 2025 menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan.

Sebanyak 96,7 persen hotel melaporkan penurunan okupansi selama triwulan pertama tahun 2025.

Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengungkapkan tekanan terjadi dari berbagai sisi, tidak hanya pendapatan yang anjlok, tetapi juga beban biaya yang meningkat drastis.

"Ketidakseimbangan struktur pasar menunjukkan perlunya pembenahan strategi promosi dan kebijakan pariwisata yang lebih efektif untuk menjangkau pasar internasional," kata Sutrisno.

Situasi diperparah oleh membengkaknya biaya operasional, seperti kenaikan tarif air PDAM hingga 71 persen, harga gas yang naik 20 persen, dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 9 persen.

Baca Juga: Jakarta Membara! Pos Polisi Slipi Dibakar Massa, Gubernur Pramono Malah Santai: Aman-aman Saja

Kondisi ini memaksa banyak hotel melakukan efisiensi ketat, termasuk pengurangan karyawan.

Bahkan, survei PHRI mencatat bahwa 70 persen responden siap melakukan PHK antara 10 hingga 30 persen jika tidak ada intervensi kebijakan yang konkret dari pemerintah.

Selain itu, pelaku industri juga mengeluhkan kompleksitas regulasi dan sertifikasi.

Proses birokrasi yang panjang, perizinan berlapis, dan biaya yang tidak transparan dinilai menyulitkan pengusaha, mulai dari izin lingkungan hingga sertifikat laik fungsi dan izin minuman beralkohol.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?