Suara dari Ruang Kelas: Siswa Mengira MBG dari Prabowo, Guru Ini Luruskan Faktanya

Kamis, 28 Agustus 2025 | 13:51 WIB
Suara dari Ruang Kelas: Siswa Mengira MBG dari Prabowo, Guru Ini Luruskan Faktanya
Seorang guru muda menjelaskan MBG berasal dari pajak rakyat yang dibayar untuk masyarakat. (Instagram)

Suara.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi siswa di Indonesia telah menjadi salah satu inisiatif pemerintah yang terus disorot.

Bertujuan mulia untuk meningkatkan asupan gizi anak-anak dan menekan angka stunting, program ini mengusung harapan besar.

Namun, pelaksanaannya di lapangan tidak lepas dari beragam tantangan dan evaluasi yang berkelanjutan.

Memahami Asal-Usul MBG: Dari Rakyat untuk Siswa

Program MBG bukanlah sekadar bantuan makanan biasa, melainkan sebuah investasi jangka panjang dalam kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Dana untuk program MBG sebagian besar berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Anggaran MBG untuk tahun 2025 dialokasikan sebesar Rp71 triliun, dan diproyeksikan melonjak menjadi Rp335 triliun pada tahun 2026.

Dana ini tidak hanya bersumber dari pos pendidikan, tetapi juga mencakup alokasi dari fungsi kesehatan dan ekonomi, serta dana cadangan.

Ini berarti, secara esensial, dana MBG adalah kontribusi kolektif dari masyarakat—melalui pajak dan pendapatan negara lainnya—yang kemudian dikembalikan dalam bentuk gizi untuk generasi penerus bangsa.

Baca Juga: Belain? Pasha Ungu Sebut Anggota DPR Joget-Joget Gegara Terpukau Pidato Presiden Prabowo

Hal ini menjadi ramai pembahasan di media sosial. Melalui akun Instagram @pandemictalks yang mengutip akun @nufa_fauziah, guru ini menjawab pertanyaan polos muridnya asal muasal MBG ini diberikan kepada mereka.

Sejauh program ini berjalan memang nyaris anak-anak menganggap anggaran MBG ini berasal dari Prabowo.

"Makan gratis itu dari Pak Prabowo?" tanya siswa polos dikutip, Kamis (28/8/2025).

"Makan gratis itu dari pemerintah, pakai uang pajak. Jadi misalnya ibu kalian bayar pajak motor, bayar pajak rumah atau bayar pajak pas belanja ke mal," balas guru perempuan muda itu.

"Nanti (uang pajak) dikasih ke Kementerian Keuangan, dari kementerian dikasih ke Badan Gizi Nasional. Badan Gizi Nasional yang mengurusi makan gratis," tambah guru tersebut.

Dari penjelasan tersebut, memang MBG diambil dari sebagian pajak masyarakat yang dibayarkan.

Ini adalah uang rakyat yang disalurkan kembali untuk memastikan anak-anak kita mendapatkan asupan gizi yang layak untuk belajar dan tumbuh optimal.

Alokasi ini menyasar jutaan siswa, ibu hamil, dan balita di seluruh Indonesia, menegaskan komitmen pemerintah dalam menciptakan generasi yang sehat dan cerdas.

Tantangan di Lapangan: Kasus dan Respons Pemerintah

Meski memiliki tujuan yang baik, implementasi MBG menghadapi berbagai kendala yang memerlukan perhatian serius dan penanganan cepat.

Kasus Keracunan Makanan:

Sejumlah insiden keracunan makanan telah dilaporkan di berbagai daerah.

Ratusan siswa di Bengkulu, hampir seribu siswa di DIY dalam satu bulan, puluhan siswa di Sukoharjo, dan ratusan di Lebong, pernah mengalami gejala seperti mual, muntah, dan pusing setelah mengonsumsi menu MBG.

Penyebabnya bervariasi, mulai dari penanganan makanan yang kurang tepat, ayam yang kurang matang, hingga makanan yang basi karena didiamkan terlalu lama.

Respons Pemerintah: Pemerintah tidak tinggal diam. Penanganan cepat meliputi perawatan medis bagi korban, investigasi oleh pihak kepolisian dan kesehatan, serta evaluasi menyeluruh terhadap program.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menegaskan program tetap berjalan dengan evaluasi untuk perbaikan.

Badan Gizi Nasional (BGN) telah bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk pengawasan kualitas dan keamanan makanan melalui penandatanganan MoU.

Presiden juga telah menekankan pentingnya kebersihan pribadi seperti mencuci tangan sebelum makan.

Beberapa daerah bahkan membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengantisipasi keracunan.

Kualitas, Porsi, dan Cita Rasa Makanan

Selain isu keamanan, masalah kualitas, kuantitas porsi, dan cita rasa juga kerap menjadi sorotan.

Ada kekhawatiran terkait pengurangan porsi atau kualitas gizi akibat efisiensi anggaran.

Sebuah studi di Jember menemukan bahwa porsi yang disajikan seringkali tidak memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan.

Tak jarang pula, siswa mengeluhkan rasa makanan yang kurang enak, menyebabkan makanan tersisa dan terbuang.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan tumpukan sampah organik dan efektivitas program dalam mencapai target gizi.


Respons Pemerintah: Dalam upaya mengatasi hal ini, DPRD Jakarta menyarankan agar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dapat menyesuaikan cita rasa menu dengan selera lokal anak-anak.

Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi juga menyatakan bahwa menu akan disesuaikan setiap 20 hari sekali untuk menghindari kebosanan.

BGN berupaya memastikan kualitas, keamanan, dan keterjangkauan makanan dengan melibatkan ahli gizi dalam penentuan menu dan mendorong penggunaan sumber pangan lokal serta UMKM daerah.

Edukasi kepada sekolah dan siswa tentang kebersihan dan konsumsi makanan segera setelah diantar juga terus dilakukan.

Program Makan Bergizi Gratis adalah upaya besar untuk membangun fondasi kesehatan generasi muda.

Meskipun berbagai tantangan muncul, respons dan komitmen pemerintah untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki program patut diapresiasi.

Keterlibatan aktif dari berbagai pihak—orang tua, guru, komunitas lokal, penyedia makanan, hingga siswa itu sendiri—sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?