Penonaktifan Anggota DPR Tak Ada di UU MD3, Pengamat Sebut untuk Kelabui Publik

Yazir FIsmail Suara.Com
Senin, 01 September 2025 | 13:55 WIB
Penonaktifan Anggota DPR Tak Ada di UU MD3, Pengamat Sebut untuk Kelabui Publik
Agung Mozin Sebut Penonaktifan Sahroni dkk Adalah Akal-akalan Ketua Umum Partai (Instagram)
Baca 10 detik
  • Istilah peonaktifan anggota DPR tak ada di UU MD3
  • Istilah penontaktifan cuma akal-akalan ketua umum partai
  • Anggota DPR yang dinonaktifkan tetap terima gaji

Suara.com - Pengamat politik dan sosial, Agung Mozin, memberikan peringatan keras kepada publik terkait penggunaan istilah menonaktifkan yang belakangan ini marak digunakan oleh partai politik terhadap kadernya yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pernyataan ini merespons langkah sejumlah partai yang menonaktifkan beberapa anggota dewan seperti Ahmad Sahorni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, dan Surya Utama atau Uya Kuya, akibat pernyataan mereka yang dinilai kontroversial dan melukai hati rakyat.

Melalui sebuah video yang diunggah di akun media sosialnya, Agung Mozin menegaskan bahwa istilah menonaktifkan anggota DPR secara hukum tidak memiliki dasar dan berpotensi menjadi akal-akalan para elite partai politik.

"Hati-hati dengan istilah menonaktifkan Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya," kata Agung dalam pernyataannya.

"Di dalam Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), tidak ada istilah menonaktifkan anggota DPR," ujarnya lagi. 

Menurutnya, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia hanya mengenal dua mekanisme, yaitu memberhentikan anggota DPR yang kemudian dilanjutkan dengan proses Pergantian Antar Waktu (PAW).

Istilah menonaktifkan, menurut Agung, adalah sebuah permainan kata yang sengaja diciptakan untuk mengelabui publik.

Ia menguraikan, penonaktifan dapat diartikan sebagai sebuah status di mana anggota dewan yang bersangkutan hanya diberi waktu untuk beristirahat dari tugasnya, namun hak-haknya sebagai pejabat negara, termasuk gaji, tetap berjalan.

"Kalau menonaktifkan, artinya bisa saja orang tersebut, anggota dewan tersebut, diberi waktu untuk jalan-jalan, belanja ke luar negeri, santai-santai, tetapi masih dibayar oleh negara," jelas Agung dengan nada kritis.

Baca Juga: Buru Penjarah Rumah Eko Patrio di Setiabudi, Polisi Fokus Lakukan Ini

Agung Mozin menuding bahwa penggunaan istilah ini merupakan tipu-tipu ketua umum partai untuk meredam kemarahan rakyat tanpa memberikan sanksi yang sesungguhnya.

"Ini kita harus hati-hati dengan istilah yang digunakan oleh ketua umum partai. Lagi-lagi ketua umum partai akan mengakali kita dengan istilah itu," tegasnya.

Ia curiga, langkah ini diambil sebagai cara para pimpinan partai untuk melindungi kader-kader mereka yang dianggap berharga atau bahkan menjadi donatur penting bagi partai.

Agung Mozin Sebut Penonaktifan Sahroni dkk Adalah Akal-akalan Ketua Umum Partai (Instagram)
Agung Mozin Sebut Penonaktifan Sahroni dkk Adalah Akal-akalan Ketua Umum Partai (Instagram)

"Di tengah kemarahan rakyat, ketua-ketua umum partai sedang bersilat lidah untuk menyelamatkan orang-orang yang mereka sayangi, yang mungkin selama ini menjadi salah satu donatur partai," tegasnya.

Ia kembali menekankan bahwa dalam UU MD3, tidak ada ruang untuk status nonaktif. Yang ada hanyalah pemberhentian dan penggantian dengan calon dari nomor urut berikutnya.

Oleh karena itu, ia mengajak seluruh warganet dan masyarakat luas untuk lebih jeli dan tidak mudah terkecoh oleh manuver politik yang hanya bersifat kosmetik dan tidak memberikan efek jera yang substantif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?