Suara.com - Suasana tegang yang menyelimuti kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta dan Surabaya, mencapai titik krusial menjelang rencana aksi demo 3 September 2025 yang jatuh pada hari Rabu besok.
Namun, sebuah keputusan mendadak datang dari Surabaya, aksi massa bertajuk "Rakyat Jawa Timur Menggugat" yang digadang-gadang akan diikuti ribuan orang dari berbagai penjuru Jatim, diputuskan untuk ditunda.
Kondisi keamanan Surabaya yang mencekam pasca kerusuhan dan pembakaran Gedung Negara Grahadi pada Sabtu (30/8/2025) malam menjadi pemicu utamanya.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Muhammad Sholeh, menyatakan bahwa memaksakan aksi di tengah situasi yang belum pulih justru akan menebar ketakutan di tengah masyarakat.
“Mengingat dalam beberapa hari ini, aksi-aksi yang awalnya damai sudah berubah menjadi aksi anarkis. Ada beberapa kantor DPRD dibakar. Rumah-rumah politisi dijarah, sudah terjadi tindakan anarkis di jalan-jalan... Kantor Negara Grahadi juga dibakar. Maka menurut kita, situasi ini tidak kondusif,” kata pria yang biasa disapa Cak Sholeh itu dikutip, Selasa (2/9/2025).
Menurut Sholeh, massa yang akan datang bukan hanya dari Surabaya, melainkan dari seluruh Jawa Timur, mulai dari Ngawi hingga Banyuwangi.
"Ketika dipaksakan pada tanggal 3 justru akan menakuti masyarakat, terutama warga Surabaya," katanya.
Titik balik yang memantapkan keputusan penundaan ini terjadi setelah Posko Rakyat Jawa Timur Menggugat didatangi oleh tokoh penting. Pangdam V/Brawijaya, Mayor Jenderal TNI Rudy Saladin, bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Timur, Adhy Karyono, secara langsung menemui para koordinator aksi.
Pertemuan ini membuka ruang dialog dan menjadi bukti keseriusan aparat dalam meredam potensi eskalasi kekerasan.
Baca Juga: Kondisi Depan Gedung DPR Sepi Demonstran, Deretan Mobil TNI Keliling Amankan Jalan
Sholeh menegaskan bahwa penundaan ini adalah wujud kearifan untuk menjaga kondusivitas, namun bukan berarti perjuangan mereka berhenti. Tuntutan mereka yang bersifat lokal dan spesifik untuk warga Jawa Timur akan terus disuarakan hingga dipenuhi oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
"Setelah situasi kondusif, kita akan aksi. Sebab apa? Tuntutan tidak ada yang dikabulkan oleh Gubernur," katanya.
Adapun tiga tuntutan utama yang diusung adalah pengampunan pajak kendaraan bermotor, pengusutan tuntas dugaan korupsi dana hibah triliunan rupiah, dan penghapusan pungutan liar (pungli) di SMA serta SMK negeri.
"Isu kita bukan isu nasional," kata Sholeh, membedakan gerakan mereka dari gelombang protes di Jakarta yang dipicu isu kenaikan gaji anggota dewan.
Sementara itu, dampak kerusuhan yang terjadi beberapa hari terakhir di Jakarta dan Surabaya telah meninggalkan kerugian finansial yang fantastis.
Laporan pihak berwenang menyebut total kerugian di kedua kota mencapai lebih dari Rp174 miliar.
Di Surabaya saja, kerugian ditaksir melampaui Rp124 miliar, mencakup kerusakan pos polisi, infrastruktur lalu lintas, hingga bangunan cagar budaya Polsek Tegalsari yang bersejarah.
Di Jakarta, dampak kemarahan massa merusak tujuh halte TransJakarta dan infrastruktur MRT dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp50 miliar.