Hingga sidang selesai, aksi demonstrasi mahasiswa Papua berjalan dengan pengawalan aparat kepolisian dan situasi tetap terkendali.
Sebelumnya, empat warga Sorong yaitu Abraham Goram Gaman, Maksi Sangkek, Piter Robaha, dan Nikson Mai telah dinyatakan tersangka makar oleh kepolisian setempat.
Status itu disematkan kepada mereka usai mengirimkan surat berkop Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) ke Gubernur Papua Barat Daya pada 14 April 2025.
Isi suratnya meminta sang gubernur memfasilitasi perundingan damai antara Presiden Prabowo dan Presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembut.
Alih-alih permintaan dipenuhi, kempatnya belakangan justru ditangkap dan dijadikan tersangka kasus makar.
Dalam perjalanannya, lokasi persidangan dipindah dari Sorong ke Makassar, Sulawesi Selatan karena alasan keamanan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) Perwakilan Provinsi Papua sudah menemui Tim Advokasi Keadilan untuk Rakyat Papua dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, pekan lalu.
Direktur Eksekutif LP3BH, Yan Christian Warinussy mengatakan pihaknya bersama keluarga terdakwa tidak pernah menerima pemberitahuan resmi mengenai pemindahan lokasi sidang dari Pengadilan Negeri Sorong ke Pengadilan Negeri Makassar.
Padahal, secara hukum persoalan pemindahan persidangan telah diatur dalam Pasal 85 KUHAP.
Baca Juga: Demo Ricuh Berujung Maut, Prabowo Tuding Ada Makar, Kinerja Intelijen Dipertanyakan
Meski demikian, LP3BH memastikan siap melakukan pendampingan hukum di Makassar.
Hanya saja, menurut Warinussy, persoalan utama yang dihadapi para terdakwa adalah sulitnya komunikasi dengan keluarga mereka akibat jarak domisili yang jauh.
"Di sinilah diperlukan bantuan dan fasilitasi dari pihak gereja maupun pemerintah daerah agar hak-hak warga negara untuk memperoleh keadilan dapat dijamin," ungkapnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing