Serius atau Cuma Gimmick? Koalisi Sipil Beberkan 9 'PR' Reformasi Total untuk Polri

Senin, 15 September 2025 | 17:48 WIB
Serius atau Cuma Gimmick? Koalisi Sipil Beberkan 9 'PR' Reformasi Total untuk Polri
Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyampaikan respons mengenai upaya reformasi Polri yang digembar-gemborkan dalam beberapa waktu belakangan. [Suara.com/Yaumal]
Baca 10 detik
  • Koalisi sipil ragukan keseriusan pemerintah dalam mereformasi institusi Polri.
  • Mereka membeberkan sembilan masalah fundamental dan struktural di tubuh Polri.
  • Reformasi harus menyentuh akar masalah, bukan sekadar formalitas belaka.

Suara.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menantang pemerintah untuk membuktikan komitmennya.

Isnur yang mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Koalisi RFP) mengatakan bahwa keseriusan itu hanya bisa diukur jika tim reformasi nanti berani menyentuh akar masalah yang sebenarnya.

"Pertama kami sebenarnya apresiasi niat reformasi kepolisian. Tapi kan pertanyaannya apakah ini serius? Apakah ini benar-benar lahir dari kesadaran dan kehendak?" kata Isnur dalam diskusi di Kantor ICW, Jakarta, Senin (15/9/2025).

Berkenaan dengan itu, guna memastikan upaya reformasi Polri dilaksanakan demi perbaikan, Koalisi RFP memaparkan sembilan persoalan fundamental, sistemik, dan struktural yang selama ini terjadi di institusi kepolisian. 

Pertama, absennya sistem akuntabilitas dan pengawasan yang efektif dan independen, antara lain dalam KUHAP, termasuk praktik-praktik impunitas yang mengakar. 

Kedua, sistem pendidikan yang menghasilkan budaya kekerasan-brutalitas, militeristik, tidak adil gender, dan koruptif. 

Ketiga, tata kelola organisasi yang tidak transparan dan akuntabel, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, termasuk pada sistem penganggaran. 

Keempat, sistem kepegawaian yang meliputi perekrutan, mutasi, promosi yang tidak berbasiskan meritokrasi. 

Kelima, terlampau luasnya lingkup tugas dan fungsi Polri, khususnya untuk pelayanan masyarakat hingga menjaga keamanan dan ketertiban umum, termasuk penggelembungan tugas dan wewenang melalui penyelundupan norma undang-undang. 

Baca Juga: Ribuan Personel Gabungan Jaga Ketat Demo 'Tolak Reformasi Polri' di DPR

Keenam, penggunaan kekuatan berlebihan, represif, sewenang-wenang dan brutal dalam penanganan aksi demonstrasi. 

Dalam hal ini juga tidak relevannya instrumen Korps Brigade Mobile (Brimob) dalam institusi Polri yang menyerupai instrumen perang dari segi teknik, perlengkapan, dan taktik, hingga masalah sistem operasi.

"Bahkan seringkali dipergunakan untuk menghadapi warga dalam konflik agraria," kata Isnur.

Ketujuh, buruknya komitmen terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) serta nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, inklusivitas, dan negara hukum. 

Kedelapan, kultur tebang pilih (cherry picking), penelantaran perkara (undue delay), dan perilaku koruptif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum. 

Ketua YLBHI Muhammad Isnur. [Suara.com/Yaumal]
Ketua YLBHI Muhammad Isnur. [Suara.com/Yaumal]

Kesembilan, keterlibatan kepolisian sebagai alat maupun aktor dalam ruang bisnis dan politik (kekuasaan). 

Menurut Isnur sembilan persoalan itu harus menjadi agenda utama tim reformasi polri yang akan dibentuk oleh Presiden Prabowo. 

"Sehingga nanti rumusan-rumusan, analisis masalahnya memang merujuk pada kebutuhan perubahan yang sistemik dan fundamental. Bukan pinggiran yang selama ini sudah dilakukan oleh Kapolri," kata Isnur.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI