KSP Qodari Ungkap 99% Dapur MBG Tanpa SLHS, Cuma 34 dari 8.583 yang Punya Izin Laik Higiene

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 24 September 2025 | 16:16 WIB
KSP Qodari Ungkap 99% Dapur MBG Tanpa SLHS, Cuma 34 dari 8.583 yang Punya Izin Laik Higiene
Kepal Staf Kepresidenan, M Qodari
Baca 10 detik
  • KSP Muhammad Qodari mengungkapkan bahwa lebih dari 99% atau 8.549 dari 8.583 dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS)
  • Selain sertifikasi, penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan juga sangat rendah
  • Pemerintah mengakui bahwa masalah utama bukan pada regulasi yang sudah ada, melainkan pada lemahnya pengawasan dan kepatuhan di lapangan

Suara.com - Istana Kepresidenan membunyikan alarm terkait keamanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari secara blak-blakan mengungkap data mayoritas dapur penyedia makanan program ini ternyata belum memenuhi standar kelayakan dasar, membuka potensi besar terjadinya keracunan massal.

Data yang dipaparkan Qodari menunjukkan dari total 8.583 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG yang beroperasi per 22 September 2025, hanya segelintir yang terjamin keamanannya.

Tercatat, hanya 34 SPPG yang telah mengantongi Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), sementara 8.549 sisanya, atau lebih dari 99%, beroperasi tanpa jaminan mutu tersebut.

“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari dalam siaran persnya, Senin (22/9/2025).

SLHS adalah bukti fundamental bahwa sebuah dapur telah memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan pangan. Tanpa sertifikat ini, tidak ada jaminan bahwa makanan yang diolah dan didistribusikan kepada jutaan penerima manfaat aman untuk dikonsumsi.

Masalah tidak berhenti di situ. Qodari juga menyoroti lemahnya penerapan prosedur keamanan pangan di lapangan.

Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, dari 1.379 SPPG yang disurvei, hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan. Lebih parahnya lagi, dari jumlah tersebut, hanya 312 dapur yang benar-benar menerapkan SOP itu dalam operasional sehari-hari.

“Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari.

Menurutnya, regulasi sebetulnya sudah ada. Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan aturan yang diperlukan. Namun, implementasi di lapangan menjadi pekerjaan rumah terbesar yang belum terselesaikan.

Baca Juga: Said Didu 'Semprot' KSP Qodari Buntut Pernyataan Soal Anggaran MBG: Anda Bukan Perdana Menteri!

“Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” kata Qodari.

Temuan ini, lanjutnya, sejalan dengan data dari berbagai lembaga seperti Kemenkes, BGN, dan BPOM, yang semuanya menunjukkan adanya masalah serius dalam program ini. Perbedaan angka statistik antarlembaga justru mengonfirmasi bahwa masalah ini nyata dan butuh penanganan segera.

“Bahwa masalah yang sama dicatat oleh 3 lembaga (Kemenkes, BGN, dan BPOM). Bahkan oleh BGN sendiri, angkanya secara statistik itu sebetulnya sinkron... Perbedaan angka antar lembaga jangan dibaca sebagai kontradiksi. Justru ini menunjukkan konsistensi bahwa masalah tersebut nyata dan butuh penanganan segera,” ujarnya.

Qodari menyebut, kasus keracunan yang marak terjadi umumnya dipicu oleh faktor-faktor mendasar seperti rendahnya higienitas, suhu pengolahan yang tidak sesuai standar, hingga kontaminasi silang dari petugas dapur. Menanggapi rentetan insiden ini, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam.

“Pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Bahkan Pak Mensesneg pada Jumat lalu sudah menyampaikan permintaan maaf dan komitmen evaluasi,” kata Qodari.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI