Kritik 'Tot-Tot Wuk-Wuk' Menggema, Legislator Minta Polisi Tegas

Jum'at, 26 September 2025 | 07:49 WIB
Kritik 'Tot-Tot Wuk-Wuk' Menggema, Legislator Minta Polisi Tegas
Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez. (Dok: DPR)
Baca 10 detik
  • Gerakan “Stop Tot-Tot Wuk-Wuk” jadi simbol keresahan publik atas maraknya sirene dan strobo ilegal di jalan
  • DPR desak Polri tegas menindak pelanggaran, lewat razia, edukasi, dan aturan yang konsisten.
  • Hanya kendaraan darurat dan resmi berhak gunakan sirene/rotator, selebihnya dianggap pelanggaran hukum

Suara.com - Gerakan daring bertagar "Stop Tot-Tot Wuk-Wuk di Jalan" yang menyoroti maraknya penggunaan sirene, rotator, dan strobo ilegal, kini mendapat sorotan dari parlemen. 

Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, menyebut gerakan ini sebagai representasi keresahan publik yang mendalam dan meminta Kepolisian RI (Polri) untuk bertindak tegas.

Menurutnya, gerakan yang viral di media sosial dan diwujudkan dengan stiker di kendaraan ini, bukan sekadar keluhan atas kebisingan atau silau. 

Lebih dari itu, ini adalah bentuk perlawanan masyarakat terhadap praktik arogansi di jalan raya yang merugikan banyak pihak.

“Jalan raya seharusnya menjadi ruang aman, bukan panggung arogansi. Gerakan ‘Stop Tot-Tot Wuk-Wuk’ adalah bentuk keresahan publik yang harus direspons dengan tindakan nyata,” kata Gilang Dhielafararez kepada wartawan, Kamis (25/9/2025). 

Ia mendorong penegakan aturan yang lebih konsisten melalui razia berkala, penindakan tegas, dan edukasi publik yang berkelanjutan.

Ilustrasi strobo dan pengawalan patwal (Suara x Gemini)
Ilustrasi strobo dan pengawalan patwal (Suara x Gemini)

Keresahan publik muncul karena banyaknya kendaraan pribadi, termasuk yang mengatasnamakan pejabat, yang menggunakan sirene dan strobo tanpa hak. 

Gilang menegaskan bahwa hanya kendaraan darurat dan tertentu, seperti ambulans, pemadam kebakaran, serta kendaraan pejabat negara resmi, yang berhak menggunakan atribut tersebut.

Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah jelas mengamanatkan prioritas hanya diberikan kepada ambulans, mobil pemadam kebakaran, kendaraan pengawalan resmi, dan iring-iringan jenazah. 

Baca Juga: Wakil Ketua DPR Cucun Sidak Dapur MBG Bandung Barat Usai Keracunan Massal, Desak Perpres

“Di luar itu, pemakaian sirene dan strobo adalah pelanggaran hukum. Aturan ini harus dijalankan tanpa pandang bulu,” tegasnya.

Gilang juga menyoroti fenomena Patwal (Patroli dan Pengawalan) yang terkadang digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan kepentingan umum. 

“Sudah menjadi rahasia umum terkadang Patwal memberikan pengawalan dengan tujuan pribadi orang per seorang. Ini yang menimbulkan keresahan publik, khususnya di Jakarta yang lalu lintasnya sering macet,” ujarnya.

Gilang mendukung langkah Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yang membekukan sementara penggunaan sirine dan rotator. 

Ia menilai kebijakan tersebut merupakan keputusan tepat untuk merespons keresahan publik sekaligus memperkuat kepastian hukum dalam tata kelola lalu lintas.

“Evaluasi yang dilakukan Korlantas Polri harus menghasilkan kebijakan baru yang tidak sekadar bersifat imbauan, melainkan memiliki standar operasional yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Gilang. 

Ia menekankan bahwa penggunaan atribut ini tidak boleh bergantung pada diskresi oknum aparat di lapangan, tetapi harus terikat pada prosedur hukum yang ketat.

“Yang perlu dijaga adalah konsistensi. Jika memang penggunaan sirine hanya untuk kondisi darurat tertentu, maka harus ada parameter yang jelas: apa yang disebut darurat, siapa yang berwenang menentukan, dan bagaimana mekanisme pengawasannya,” pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI