Ahli Kesehatan Tantang Menkeu Purbaya Buka Dialog Soal Kebijakan Cukai Rokok

Rabu, 01 Oktober 2025 | 13:20 WIB
Ahli Kesehatan Tantang Menkeu Purbaya Buka Dialog Soal Kebijakan Cukai Rokok
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. [Suara.com/Novian]
Baca 10 detik
  • Keputusan Menkeu Purbaya menahan kenaikan tarif cukai rokok 2026 diprotes keras karena dianggap menguntungkan industri, bukan publik.

  • Data kesehatan menunjukkan rokok menyebabkan ratusan ribu kematian dan beban ekonomi triliunan rupiah tiap tahun.

  • Koalisi masyarakat sipil menilai kebijakan ini kemunduran besar, karena cukai rokok seharusnya jadi instrumen melindungi kesehatan sekaligus meningkatkan penerimaan negara.

Suara.com - Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menahan kenaikan tarif cukai rokok pada 2026 terus menuai kecaman dari kalangan kesehatan masyarakat. Terlebih rencana itu diambil Purbaya usai dia melakukan pertemuan dengan pelaku industri rokok ketimbang dengan ahli kesehatan.

Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menilai keputusan tersebut tidak berdasar dan menggadaikan kepentingan publik.

“Pemerintah menggadaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat demi keuntungan pengusaha rokok. Padahal, tujuan utama cukai adalah kesehatan publik," kata Hermawan dalam keterangannya, Rabu (1/10/2025).

Purbaya kemudian ditantang untuk juga berdiskusi dengan para ahli kesehatan masyarakat mengenai bahaya rokok.

Hal itu dinilai penting mengingat jumlah perokok di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Hal itu berkorelasi dengan angka kesakitan akibat rokok pada masyarakat.

Data Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tercatat kalau rokok telah menyebabkan kematian sekitar 268 ribu rakyat Indonesia setiap tahun.

Berdasarkan data CISDI (2022), beban BPJS Kesehatan akibat penyakit terkait rokok mencapai Rp27 triliun per tahun. Sementara itu, menurut BPS, keluarga miskin menempatkan rokok sebagai belanja terbesar kedua setelah beras.

"Ironis, pemerintah bukannya
berkonsultasi dengan pakar kesehatan masyarakat, tapi malah kepada industri yang jelas-jelas menjadi pihak yang diatur. Kami mengundang Menkeu berdialog dengan ahli kesehatan masyarakat, kalau berani,” tegasnya.

Nada serupa disampaikan Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari. Ia menilai industri tembakau mendapat akses istimewa langsung ke pengambil keputusan fiskal, sementara suara publik terpinggirkan.

Baca Juga: Cukai Rokok 2026 Tidak Naik, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Mau Industri Kita Mati

“Industri menekan pemerintah lewat berbagai narasi, mulai dari ancaman PHK massal, isu rokok ilegal, klaim kontribusi Rp230 triliun untuk APBN, hingga dalih melindungi UMKM. Namun ujungnya hanya satu: agar cukai rokok tidak dinaikkan. Ini kompromi berbahaya. Kebijakan negara yang seharusnya melindungi kesehatan justru disetir konglomerat rokok demi laba,” katanya.

Dari kalangan akademisi, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI, Aryana Satrya, menegaskan moratorium tarif cukai merugikan publik dari sisi kesehatan sekaligus ekonomi.

“Prinsip dasar cukai adalah melindungi masyarakat sekaligus mendatangkan penerimaan negara. Dengan tidak naiknya tarif, pemerintah kehilangan potensi penerimaan sekaligus melemahkan pengendalian konsumsi. Perusahaan rokok tetap untung besar, sementara beban kesehatan ditanggung publik,” jelasnya.

Koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa kebijakan Purbaya merupakan kemunduran besar dalam perlindungan kesehatan publik.

Mereka menyebut cukai rokok seharusnya menjadi solusi win-win: mengurangi konsumsi, menekan prevalensi perokok, melindungi generasi muda, sekaligus menambah penerimaan negara.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI