- Retno menyoroti penggunaan APBN dalam MBG yang tidak mengikuti mekanisme Perpres No.12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa.
- FSGI juga mencatat, pengalokasian anggaran MBG dilakukan melalui diskresi pemerintah sesuai UU No.30 Tahun 2014.
- Masalah terakhir yang juga paling disorot FSGI ialah dugaan pengalihan anggaran pendidikan 2026 untuk menutup biaya MBG.
Suara.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai kritik. Bukan hanya karena kasus keracunan massal yang sudah menelan ribuan korban, tetapi juga karena potensi kerugian negara akibat banyaknya makanan tidak termakan siswa hingga terbuang percuma di berbagai sekolah.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menyebut, persoalan MBG semakin kompleks.
Selain anggaran jumbo yang belum terserap maksimal hingga September 2025, FSGI mencatat sejumlah masalah fundamental dalam pelaksanaan program tersebut.
“Masalah MBG bisa dipetakan dalam empat hal, mulai dari cara pandang yang berbeda, politik dapur MBG, kepemimpinan di BGN, hingga ketiadaan regulasi khusus seperti Perpres,” kata Retno dalam keterangan tertulis, Kamis (2/10/2025).
1. APBN tapi tak tunduk Perpres
Retno menyoroti penggunaan APBN dalam MBG yang tidak mengikuti mekanisme Perpres No.12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa. Menurutnya, pengelolaan dana MBG murni berada dalam ruang kebijakan politik pemerintah, dengan skema kemitraan UMKM dan partisipasi masyarakat, tanpa mekanisme tender atau lelang yang diawasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
![Sebanyak 97.687 pelajar di Lampung mendapat program makan bergizi gratis (MBG) hingga Maret 2025. [ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/08/77820-makan-bergizi-gratis-di-lampung.jpg)
2. Kontrak tanpa pengawasan
Dudukan hukum kerjasama BGN - Mitra, Dapur MBG - Sekolah yang digunakan adalah moU Kemitraan berisi hak, kewajiban, dan tanggung jawab para pihak. Belum ada lembaga yang berwenang mengawasi pelaksanaan moU para pihak. moU tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata dan menjadi dasar perjanjian kontrak yang mengikat.
3. Diskresi anggaran
Baca Juga: Ketua BGN Hormati Penolakan MBG di SDIT Al Izzah: Bantuan Fokus pada yang Membutuhkan
FSGI juga mencatat, pengalokasian anggaran MBG dilakukan melalui diskresi pemerintah sesuai UU No.30 Tahun 2014. Artinya, penambahan atau pengalihan anggaran dianggap sah sepanjang didasarkan pada kebutuhan kebijakan, bukan pelanggaran hukum.
4. Ancaman tunjangan guru
Masalah terakhir yang juga paling disorot FSGI ialah dugaan pengalihan anggaran pendidikan 2026 untuk menutup biaya MBG. Retno menilai, jika itu benar terjadi, hak tunjangan profesi guru bisa terancam.
"Ada niatan atau rencana penyelenggara negara atau ada potensi peniadaan, penghapusan, penundaan atas hak tunjangan profesi guru, harus diperjuangkan, dilakukan pencegahan dengan cara disuarakan dan diramaikan melalui media informasi," kritiknya.