10 Tips dari Guru Besar Kriminologi UI Ini Jamin Karya Jurnalis Lebih Konstruktif, Antiperpecahan

Kamis, 09 Oktober 2025 | 14:10 WIB
10 Tips dari Guru Besar Kriminologi UI Ini Jamin Karya Jurnalis Lebih Konstruktif, Antiperpecahan
Para pembicara dalam Local Media Summit yang digelar Suara.com dan International Media Support (IMS), untuk topik "Beyond Headlines: Building Peace & Inclusion Through Constructive Journalism”. Tampak Prof Adrianus Meliala (Pok Ahli BNPT) dan Laban Abraham Laisila (Narasi) (Suara.com/CNR ukirsari)

Suara.com - Suara.com bersama International Media Support (IMS) menggelar Local Media Summit (LMS), wadah berdiskusi dan berjejaring bagi pengelola media lokal dan skala kecil se-Indonesia, juga media berbasis platform (medsos), bersama stakeholder dari platform internet, agensi periklanan, lembaga donor, penyedia teknologi, juga pemerintah maupun swasta.

Berlangsung di Ballroom Hotel JW Marriott, Jakarta, dengan tema "Digital Media Sustainability for a Healthy Information Ecosystem", dalam topik "Beyond Headlines: Building Peace & Inclusion Through Constructive Journalism", hadir sebagai salah satu pembicara Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D., Pok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Menurutnya, kompetisi dalam perusahaan-perusahaan pers menjadikan informasi atau berita yang disajikan kepada masyarakat menjadi memiliki nilai atau value lebih besar.

"Kompetisi menjadi hal yang baik untuk menjadi lebih produktif," jelas Prof Adrianus yang memiliki latar belakang jurnalis.

Menyimak perkembangan dunia jurnalistik Tanah Air, disebutkannya bahwa para pewarta atau reporter dalam situasi dunia jurnalistik baru ini sudah keluar dari beberapa indikator.

"Bila tadinya mendorong clickbait, mendorong content yang banyak, juga mendorong banyaknya views, kini sudah bergeser. Kita sudah berada di level agak beda, yaitu memperhitungkan makna," tandas Adrianus Meliala.

Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D., Pok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme hadir sebagai salah satu pembicara dalam topik "Beyond Headlines: Building Peace & Inclusion Through Constructive Journalism” di Local Media Summit yang digelar Suara.com dan International  Media Support (IMS) (Suara.com/CNR ukirsari)
Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D., Pok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme hadir sebagai salah satu pembicara dalam topik "Beyond Headlines: Building Peace & Inclusion Through Constructive Journalism” di Local Media Summit yang digelar Suara.com dan International Media Support (IMS) (Suara.com/CNR ukirsari)

"Sebuah artikel dianggap bermakna bila mengarah kepada hal yang ideal. Jadi ada media dengan viewers tidak banyak akan tetapi menjadi rujukan bagi banyak pihak. Ini akan menjadi "call" bagi para investor, saat ia placement dagangannya, komoditinya tidak hanya bersandar kepada viewers, namun magnitude yang bisa ia peroleh ketika ia menumpangkan komoditinya kepada media," lanjutnya.

Berikut 10 tips yang dibagikan Prof Adrianus agar kegiatan menulis di dunia jurnalistik tidak terjebak konflik, baik bersifat lokal, maupun nasional, dan menghadirkan demands bagi masyarakat:

1. Peace, kedamaian yang diharapkan
"Ini adalah hal abstrak. Inilah konsensus. Tidak ada damai yang vivid, kita semua punya gambaran berbeda-beda. Dengan melihat dokumen dasar seperti Pancasila: apa sih damai yang kita perlukan? Setiap masa ada bayangan tentang damai, hal ini perlu terus diasah," urai Adrianus Meliala.

Baca Juga: Strategi Holding BUMN Danareksa Perluas Akses Pasar UMKM

2. Kondisi damai adalah konstruksi harus terus dirawat sehingga tidak runtuh
"Jangan lupa, ada debat di dalam sebuah isu liputan. Melalui konteks politik, melalui substansi, contohnya partai. Untuk mencapai perdamaian harus lewat konflik, atau dalam dunia demokrasi sebaliknya: sampai tercapai konsensus," ungkapnya.

3. Konflik dalam berbagai bentuknya, horizontal antara elemen masyarakat, vertikal antara kita dengan negara, adalah sesuatu yang mudah tumpah, susah untuk dihentikan
"Konflik sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang, seperti menyusun permainan rumah dari kartu yang disusun. Hanya dengan embusan angin sudah runtuh," jelas Adrianus Meliala tentang cara berimbang dalam menulis.

4. Ada kepentingan. Sekali konflik terjadi, upaya menjahitnya kembali dipenuhi scepticism
"Pernah dengar kata "cair" yang menunjukkan artikel ditunggangi atau memiliki kepentingan? Jadilah jurnalis yang strategis, pahami waktu dan taktis," Prof Adrianus mengingatkan.

5. Melalui jurnalisme yang kita bangun, damai, kita usahakan dan pihak yang kita tuju juga ikut berpartisipasi
"Jurnalis mengajak pembaca membawa damai dan inklusi. Praktisi media didorong konstruktif," imbau Adrianus Meliala.

6. Mendorong peace
"Ada pihak-pihak yang mencari celah, senang intoleransi, posisi radikal, intoleransi. Jadikan berita yang disampaikan memiliki nilai inklusif," lanjutnya.

7. Common enemy
"Pemerintah dengan anggaran cekak, dengan mudah media didukung pembaca menjadikan pemerintah common enemy. Jurnalis ada di posisi merdeka, merangkul pemerintah, berkontribusi, untuk memilih yang terbaik. Posisi untuk mendorong ke posisi lebih baik harus diupayakan," saran Adrianus Meliala.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI