- Pemerintah dinilai gagal memenuhi janji kesejahteraan dan menunjukkan wajah kekuasaan yang semakin militeristik.
- Janji-janji kesejahteraan seperti janji kampanye untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja, menurutnya tidak pernah terealisasi.
- Kritik tajam juga dilontarkan Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Suara.com - Koalisi masyarakat sipil yang dipimpin oleh Perempuan Mahardhika memberikan rapor merah atas satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Pemerintah dinilai gagal memenuhi janji kesejahteraan dan menunjukkan wajah kekuasaan yang semakin militeristik serta anti-perempuan.
Hal ini disampaikan melalui konferensi pers bertajuk “Setahun Prabowo-Gibran : Hidup Perempuan dalam Ketidakpastian dan Lingkaran Kekerasan di Tengah Menguatnya Militerisme”.
Ajeng Pangesti dari Perempuan Mahardhika menyatakan, alih-alih sesuai dengan cita-cita keadilan, kesejahteraan, dan kesetaraan, rezim Prabowo-Gibran justru menandai semakin suramnya arah demokrasi dan kehidupan rakyat.
“Kebijakan yang dilahirkan justru semakin memperkuat kuasa modal, militerisme, serta kontrol negara atas tubuh dan kehidupan perempuan,” ujar Ajeng, melalui konferensi pers, Senin (20/10/2025).
Janji-janji kesejahteraan seperti janji kampanye untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja, menurutnya tidak pernah terealisasi.
Sebaliknya, yang terjadi adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, ketiadaan lapangan pekerjaan, serta eksploitasi kerja. Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga pokok.
Akibatnya, tidak sedikit perempuan yang terjerat dalam siklus kerja murah dan hutang, seperti melalui pinjaman online (pinjol).
“Sudahlah dimiskinkan, dan sudahlah dililitkan hutang, ruang-ruang demokrasi tempat perempuan menyuarakan penolakan, keberatan, dan kritik semakin disempitkan,” tegas Ajeng, melihat maraknya penangkapan para aktivis dan pembungkaman suara kritis.
Baca Juga: Gebyar Bansos Era Prabowo: Kemensos Umumkan Capaian 1 Tahun, Apa Saja yang Berubah?
Tak hanya itu, angka kekerasan terhadap perempuan seperti femisida (pembunuhan perempuan) juga disebut terus meningkat tanpa adanya penanganan serius dari negara.
“Banyak organisasi perempuan dan organisasi masyarakat sipil yang mengangkat naiknya angka femisida, tetapi hal tersebut tidak pernah disikapi secara efektif oleh negara,” tambahnya.
Kritik tajam juga dilontarkan Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Ia menilai komitmen pemerintah terhadap kesetaraan gender dalam program Asta Cita hanya sebatas di atas kertas.
“Soal gimana komitmen kesetaraan gender dan inklusi yang sampai hari ini masih di atas kertas, kita bisa melihat misalnya di kabinet hanya ada 14 orang perempuan,” ungkap Eka.
Ia juga mengkritik program andalan pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diklaim dapat menurunkan atau mengatasi stunting.