Rocky Gerung Kritik Lembaga Survei: Yang Harus Dievaluasi Bukan Presiden, Tapi Metodologinya!

Vania Rossa Suara.Com
Rabu, 22 Oktober 2025 | 08:58 WIB
Rocky Gerung Kritik Lembaga Survei: Yang Harus Dievaluasi Bukan Presiden, Tapi Metodologinya!
Rocky Gerung di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. (Suara.com/Nur Saylil Inayah)
Baca 10 detik
  • Pengamat politik Rocky Gerung melontarkan kritik terhadap lembaga survei yang ia nilai kehilangan idealisme dan hanya mengandalkan statistik dalam membentuk opini publik.
  • Dalam Kuliah Terbuka di STF Driyarkara, Rocky menilai metodologi survei gagal memasukkan prinsip kesosialan manusia sehingga isu ideologis bangsa direduksi menjadi persoalan matematis.
  • Ia menyerukan agar masyarakat mulai mengkritisi lembaga survei yang selama ini justru mengevaluasi publik dan pemerintahan.
 
 

Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung melontarkan kritik tajam terhadap peran lembaga survei dan penggunaan statistik yang dinilainya justru membentuk opini publik secara keliru.

Menurut Rocky, alih-alih terus mengevaluasi pemerintahan Presiden ke-8 Prabowo Subianto, publik seharusnya menyoroti metodologi lembaga survei yang disebutnya “kosong dari idealisme.”

“Ngapain kita evaluasi Presiden Prabowo? Yang mestinya dievaluasi adalah metodologi dari lembaga survei yang kosong dari idealisme,” ujar Rocky dalam Kuliah Terbuka bertajuk “Menguji Republikanisme di Indonesia” di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Rocky menilai, berbagai metodologi survei yang digunakan saat ini gagal memasukkan prinsip kesosialan manusia sebagai bagian penting dalam riset sosial.

“Macam-macam survei itu tidak ada satu pun yang menguji prinsip kesosialan manusia dalam metodologinya,” tegasnya.

Akibatnya, lanjut Rocky, persoalan bangsa yang seharusnya bersifat ideologis justru direduksi menjadi sekadar persoalan matematis. Opini publik, kata dia, seolah-olah bisa dibentuk dan dikendalikan lewat angka-angka statistik.

“Semua ide yang kita investasikan di awal kemerdekaan untuk menghasilkan republik seharusnya disimpan sebagai problem ideologis, bukan problem matematis. Akibatnya, opini publik dipaksakan dari atas,” ungkapnya.

Kritik Rocky terhadap lembaga survei itu berawal dari pembahasannya mengenai data ekonomi yang menunjukkan rata-rata tabungan masyarakat Indonesia kini hanya tersisa sekitar Rp1 juta. Ia mengaitkan kondisi tersebut dengan pergeseran dari market economy (ekonomi pasar) yang berorientasi pada efisiensi menuju market society (masyarakat pasar) yang didominasi logika pasar dalam hampir semua aspek kehidupan.

“Kita mengalami market society yang dihasilkan dari sumbu market economy. Awalnya ekonomi pasar mendukung efisiensi, tapi kini berubah menjadi masyarakat pasar,” jelasnya.

Baca Juga: Rocky Gerung Curiga Motif Jokowi Temui Prabowo karena Gelisah, Berkaitan Nasib Gibran dan Bobby?

Menurut Rocky, kondisi ini membuat masyarakat Indonesia kehilangan kemampuan untuk menilai nasibnya sendiri karena terbuai oleh “sensasi statistik”.

“Penelitian-penelitian dasar hanya menghasilkan sensasi statistik. Seolah-olah dengan angka-angka pertumbuhan ekonomi, keadaan sosial bisa langsung diputar. Padahal masyarakat justru kehilangan daya kritis untuk menguji nasibnya sendiri,” katanya.

Menutup pemaparannya, Rocky mengajak publik untuk bersikap lebih kritis terhadap lembaga survei yang selama ini menjadi rujukan utama dalam membaca situasi sosial dan politik.

“Teman-teman di sini harus mulai mengevaluasi mereka yang selama ini mengevaluasi kita. Kita yang seharusnya mengevaluasi lembaga survei dan para pembentuk opini publik,” tutupnya.

Reporter : Nur Saylil Inayah

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI