- Penyidikan kasus korupsi kuota haji oleh KPK berjalan lambat karena skala kasus yang sangat luas
- KPK menegaskan proses penyidikan tetap berjalan aktif dengan memeriksa saksi di berbagai daerah dan bekerja sama dengan BPK
- Selain diusut KPK, kasus ini juga disorot oleh Pansus Haji DPR RI yang menemukan adanya pelanggaran undang-undang
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara mengenai lambatnya penanganan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024. Lembaga antirasuah ini mengakui bahwa publik menantikan penyelesaian kasus ini, namun skala penyidikan yang luar biasa besar menjadi kendala utama.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memahami betul kegelisahan masyarakat yang menanti kejelasan atas kasus yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah ini.
“Kami juga menyadari bahwa mungkin tidak hanya rekan-rekan yang ada di sini, masyarakat yang ada di rumah juga menunggu-nunggu ini. Sama, kami juga sebetulnya ingin cepat-cepat selesai,” ujar Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa (21/10) malam.
Asep kemudian membeberkan alasan utama mengapa penyidikan kasus ini memakan waktu yang tidak sebentar. Fokus utama penyidikan terletak pada alokasi 10.000 kuota haji khusus yang berasal dari kuota tambahan tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi. Menurutnya, ribuan kuota tersebut tidak terpusat di satu lokasi, melainkan tersebar luas di seluruh penjuru negeri.
“Ada sekitar 10.000 kuota haji khusus. Nah ini tidak hanya mengumpul di suatu tempat. Ini seluruh Indonesia. Ya, kami harus sabar untuk terus mencari dan mengumpulkan informasi itu,” katanya sebagaimana dilansir Antara.
Meskipun menghadapi tantangan geografis yang kompleks, Asep menegaskan bahwa tim penyidik KPK tidak pernah berhenti bekerja. Proses pengusutan terus berjalan secara intensif, mulai dari pemeriksaan saksi hingga koordinasi dengan lembaga lain untuk menghitung kerugian negara.
“Kami, ya penyidik, itu tidak diam. Artinya, kami melaksanakan pemeriksaan, pencarian informasi dan keterangan, juga melakukan penghitungan bersama-sama dengan tim audit dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” ujarnya.
Sebagai bukti keseriusan penanganan, Asep menjelaskan bahwa penyidik saat ini tengah memperluas area pemeriksaan hingga ke Yogyakarta untuk memeriksa biro-biro haji di sana. Langkah ini diambil setelah sebelumnya KPK memeriksa sejumlah saksi penting di Jakarta dan Jawa Timur.
Kronologi Kasus Korupsi Kuota Haji
Baca Juga: Gurita Korupsi Pertamina: KPK Ungkap Kaitan Eks Direktur dengan Riza Chalid di Kasus Suap Katalis
Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah KPK secara resmi mengumumkan dimulainya penyidikan pada 9 Agustus 2025. Pengumuman tersebut dilakukan hanya dua hari setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025.
Tak butuh waktu lama, pada 11 Agustus 2025, KPK mengungkap temuan awal kerugian negara yang fantastis, yakni mencapai lebih dari Rp1 triliun. Bersamaan dengan itu, KPK langsung mengambil langkah tegas dengan mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Skala kasus ini semakin terlihat besar ketika pada 18 September 2025, KPK menduga ada keterlibatan 13 asosiasi dan sekitar 400 biro perjalanan haji dalam praktik lancung ini.
Di sisi lain, Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan serius dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Sorotan utama pansus adalah pembagian alokasi 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kebijakan Kemenag tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan tersebut secara jelas mengamanatkan bahwa kuota haji khusus hanya sebesar delapan persen, sementara 92 persen sisanya dialokasikan untuk kuota haji reguler.