- PDIP menugaskan fraksi DPR mengkaji polemik utang dan dugaan mark up proyek Whoosh.
- Hasto menegaskan kajian fokus pada kelayakan, transparansi, dan data keuangan proyek kereta cepat.
- China menilai proyek Whoosh harus dinilai dari manfaat publik, bukan sekadar indikator keuntungan.
Suara.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menanggapi polemik mengenai larangan pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh menggunakan dana APBN oleh Menteri Keuangan, serta mencuatnya dugaan mark up dalam proyek strategis tersebut.
Hasto menegaskan bahwa PDIP telah menugaskan fraksi partainya di DPR RI untuk melakukan kajian komprehensif terhadap isu tersebut sebelum menentukan sikap politik resmi.
"Kami sudah menugaskan fraksi termasuk Pak Haris Turino (Anggota Komisi XI DPR RI fraksi PDIP) untuk melakukan kajian-kajian itu dan menyampaikan sikap," ujar Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).
Kelayakan dan Transparansi Proyek
Hasto menjelaskan, kajian tersebut akan difokuskan pada data, kelayakan proyek, hingga perbandingan pembiayaan yang digunakan dalam proyek kereta cepat.
"Karena ini kan berkaitan dengan data, berkaitan dengan bagaimana kelayakannya, bagaimana perbandingannya, di dalam proses itu," katanya.
Ia menambahkan, hasil kajian fraksi akan menjadi dasar bagi PDIP dalam mengambil sikap resmi atas polemik tersebut.
"Sehingga nanti Pak Haris Turino akan menanggapi," ucapnya.
Respons China
Baca Juga: Setahun Jadi Penyeimbang Pemerintahan Prabowo, Apa Saja yang Disorot PDI Perjuangan?
Polemik pembayaran utang proyek KCJB Whoosh semakin memanas setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penolakannya terhadap penggunaan dana APBN untuk menutupi kewajiban utang proyek tersebut.
Sebagai respons atas permintaan Indonesia untuk restrukturisasi utang, Pemerintah China melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Guo Jiakun menekankan bahwa proyek kereta cepat harus dinilai dari manfaat publik dan dampak sosial-ekonominya, bukan hanya dari indikator keuntungan finansial.
Sementara itu, Menkeu Purbaya sebelumnya telah menunjuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk menanggung sebagian kewajiban utang proyek, dengan alasan lembaga tersebut menerima dividen besar dari BUMN strategis.