- Pesantren mendapatkan tantangan agar biar bisa tetap eksis di dunia pendidikan
- Salah satunya, pesantren harus bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman.
- Meski harus bisa menggembleng santrinya, nilai-nilai di dunia ponpes harus tetap terjaga.
Suara.com - Dunia santri dan pesantren ke depan perlu beradaptasi dengan zaman. Hal ini diperlukan agar pesantren masih bisa terus eksis dalam dunia pendidikan.
Pernyataan itu disampaikan oleh mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto dalam diskusi Refleksi Hari Santri, Pesantren, dan Harapan Generasi Muda, di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
"Dulu pesantren sangat tertutup, tapi sekarang mulai terbuka,” ujarnya.
Sunanto yang merupakan mantan santri ini, juga mengisahkan masa lalunya saat di pondok pesantren. Ia menyebut jika dirinya ditanamkan rasa kemandirian saat di pesantren dulu.
“Dulu pesantren mengajarkan kemandirian dan penuh perjuangan. Bahkan tidur berbantal beras. Santri benar-benar digembleng dengan penuh perjuangan," ungkapnya.
Pesantren, lanjut Sunanto, saat ini harus siap berubah, termasuk dari sisi fasilitas dan pola pendidikan.
Namun, ia mengingatkan bahwa perubahan itu tidak boleh meninggalkan nilai-nilai yang diajarkan di pesantren, agar santri dan pesantren tetap sebagai penjaga moral. Sebab, banyak nilai-nilai pesantren yang tidak ada di lembaga pendidikan umum, apalagi pada kemajuan teknologi seperti AI.
"Adaptasi perlu, pesantren harus siap dengan perubahan dunia. Tetapi tidak harus menghilangkan keyakinan terhadap guru/kiai," jelasnya.

Sementara itu, CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali menuturkan, jika saat ini banyak pesantren yang menjadi lembaga pendidikan, tidak hanya fokus pada agama, tetapi juga ilmu-ilmu umum.
Baca Juga: Jihad Ala Santri Zaman Now: Bukan Perang, Tapi Jaga Alam!
“Pesantren harus membuka diri kepada semua orang yang ingin belajar di pesantren, dan itu sudah dilakukan beberapa pesantren. Tapi, nilai-nilai dan core value santrinya tetap ada. Itu yang tidak ditemui di lembaga lain di luar,” kata Hasanuddin.
Ia juga memaparkan hasil penelitian Alvara jika minat orang tua memondokkan anak di masa depan masih cukup tinggi, yakni Gen Z mencapai 60,9 persen, milenial 59,8 persen, dan Gen X 58,6 persen. Namun, terdapat perubahan paradigma terkait materi yang diharapkan di pesantren, yakni hanya 11,1 persen yang ingin benar-benar belajar agama.
Kombinasi porsi umum lebih besar dari pada agama 9,9 persen, dan kombinasi porsi agama lebih besar dari pada umum 79,0 persen. Kemudian, kata Hasanuddin, berdasarkan hasil penelitian ilmu yang diharapkan oleh orang tua yang bisa diterima lara santri juga berubah.
Dari 702 responden, sebanyak 60,5 persen menyatakan Ilmu Komputer atau informasi, teknologi, digitalisasi, disusul Ilmu Ekonomi dan Manajemen 56,7 persen, IPA 53,0 persen dan Ilmu Kesehatan 48,9 persen.
Kemudian, disusul oleh Matematika sebesar 46,3 persen, Ilmu Sosial dan Politik 40,7 persen, Ilmu Seni dan Budaya 34,5 persen, Ilmu Pertanian 33,9 persen, dan Ilmu Lingkungan 31,2 persen.
Hal menarik lainnya, lanjut Hasanuddin, faktor pertimbangan utama mayoritas responden memilih pondok pesantren adalah fasilitas, disusul sosok kiai, dan rekam jejak pondok pesantrennya.