- Akademisi UNJ Ubedilah Badrun mendesak KPK memeriksa lima tokoh terkait dugaan korupsi Kereta Cepat Whoosh: Joko Widodo, Luhut Binsar Pandjaitan, Rini Soemarno, Erick Thohir, dan Budi Karya Sumadi
- Ubedilah menuding akar masalah proyek KCJB adalah buruknya tata kelola pemerintahan (good governance), yang membuka celah untuk praktik korupsi
- Upaya negosiasi ulang utang dengan China dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, karena persoalan utamanya adalah dugaan korupsi yang harus dibongkar terlebih dahulu
Suara.com - Bau tak sedap dugaan korupsi dalam mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh semakin menyengat. Pegiat antikorupsi sekaligus akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, secara terbuka menyebut lima nama besar yang menurutnya harus bertanggung jawab dan segera diperiksa oleh penegak hukum.
Kelima sosok tersebut merupakan pejabat-pejabat kunci di era pembangunan proyek strategis nasional yang kini menjadi sorotan. Di urutan pertama, Ubedilah tanpa ragu menyebut nama Joko Widodo (Jokowi) yang harus dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jokowi harus dipanggil. Kenapa membuat peraturan presiden yang tidak konsisten dengan peraturan sebelumnya? Itu dipanggil," tegas Ubed dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP, dikutip Jumat (31/10/2025).
Selain Jokowi, empat nama lain yang dinilai memiliki peran sentral dalam proyek ini juga masuk dalam daftar. Mereka adalah mantan Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, yang pernah menjabat Ketua Komite KCJB, serta dua Menteri BUMN di era Jokowi, yakni Rini Soemarno (2014-2019) dan Erick Thohir (2019-2025). Tak ketinggalan, eks Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi juga disebut.
"Semuanya harus diperiksa," kata Ubedilah.
Menurut aktivis 98 ini, akar masalah dari gaduhnya proyek Kereta Whoosh adalah tata kelola pemerintahan yang buruk. Ia mendesak KPK atau Kejaksaan Agung untuk tidak tinggal diam dan segera membongkar dugaan penyelewengan yang ada.
"Persoalan besar dari proyek kereta cepat itu, tidak ada good governance. Otomatis tata kelolanya buruk gitu. Nah, itu yang harus dibongkar," kata Ubed.
Lebih lanjut, Ubedilah juga menyoroti rencana pemerintah melakukan negosiasi utang dengan China. Menurutnya, langkah tersebut bukanlah solusi karena tidak menyentuh substansi masalah sebenarnya, yakni dugaan korupsi. Ia mengingatkan bahwa upaya restrukturisasi utang justru bisa menambah beban negara dalam jangka panjang.
"Jadi bukan gara-gara melakukan negosiasi ulang ke China, lalu sudah selesai perkara kereta cepat, no. Perkaranya adalah ada tanda-tanda korupsi dalam proses tata kelola pembangunan kereta cepat," tegas Ubed.
Baca Juga: Skandal Whoosh Memanas: KPK Konfirmasi Penyelidikan Korupsi, Petinggi KCIC akan Dipanggil
 
                 
             
                 
                 
                 
         
         
         
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                     
                     
                     
                     
                     
             
             
             
             
                     
                     
                     
                    