- Presiden Prabowo menugaskan Menkeu, Menko Perekonomian, dan CEO Danantara untuk merumuskan skema terbaik penyelesaian utang Kereta Cepat Whoosh, dengan opsi utama negosiasi perpanjangan tenor pinjaman dengan China
- Danantara telah menyiapkan dua skenario solusi, yaitu menambah suntikan modal (ekuitas) ke KCIC atau pemerintah mengambil alih aset infrastruktur kereta cepat
- Muncul usulan membentuk BUMN baru khusus infrastruktur perkeretaapian untuk memisahkan beban aset dari operasional KAI, serta memaksimalkan pendapatan non-tiket dari pengembangan kawasan di sekitar stasiun
Suara.com - Beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang mencapai Rp 120,38 triliun kini menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Alih-alih hanya berkutat pada masalah, Istana bergerak cepat mencari solusi konkret dengan menugaskan tiga pejabat kunci untuk merumuskan jalan keluar terbaik agar megaproyek ini tidak terus membebani negara.
Presiden Prabowo Subianto telah secara khusus memerintahkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan CEO Danantara Rosan Roeslani untuk mengkalkulasi ulang secara detail dan menyusun skema penyelesaian utang dengan China Development Bank (CDB).
Perintah ini disampaikan dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan, seperti diungkapkan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Kamis (30/10/2025) kemarin.
"Ya, kemarin dibahas, kemudian Pak Airlangga, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, kemudian CEO Danantara (Rosan Roeslani) diminta untuk sebagaimana tadi yang saya sampaikan, menghitung lagi detailnya," ujar Prasetyo di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Salah satu opsi jangka pendek yang paling memungkinkan adalah negosiasi ulang dengan pihak China untuk memperpanjang masa pinjaman atau tenor utang. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban cicilan tahunan.
"Kemudian opsi-opsi untuk meminta misalnya perpanjangan masa pinjaman, bagian nanti dari skenario-skenario skema yang terbaik," lanjut Prasetyo.
Dua Skenario Utama Disiapkan
Secara lebih teknis, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) telah menyiapkan dua skema utama untuk ditawarkan. Opsi pertama adalah menambah suntikan modal (ekuitas) untuk memperkuat struktur permodalan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Opsi kedua adalah skema yang lebih struktural, yaitu pemerintah mengambil alih aset infrastruktur KCJB. Dengan cara ini, KCIC bisa lebih fokus pada aspek operasional sebagai operator, sementara beban infrastruktur menjadi tanggungan negara, sebuah model yang lazim diterapkan di industri perkeretaapian global.
Baca Juga: Mahfud MD Buka Kartu: KPK Bisa Panggil Mantan Presiden Terkait Kereta Cepat Whoosh!
"Apakah kemudian kita tambahkan equity yang pertama atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain, infrastrukturnya itu milik pemerintah. Nah ini dua opsi ini yang kita coba tawarkan," kata Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria.
Solusi Jangka Panjang: BUMN Baru dan Optimalisasi Aset
Selain negosiasi dan restrukturisasi utang, pemerintah juga didorong untuk memikirkan solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan. Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Toto Pranoto, mengusulkan pembentukan BUMN khusus Infrastruktur Kereta Api.
Menurutnya, langkah ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan akan membuat kinerja keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai induk KCIC menjadi lebih sehat.
"Dalam jangka panjang, bisa dibentuk BUMN Infrastruktur Kereta Api sesuai amanat UU Perkeretaapian. Dengan begitu, beban infrastruktur yang selama ini ditanggung KAI bisa dipindahkan ke entitas baru tersebut," ujar Toto.
Di sisi lain, potensi pendapatan di luar tiket (non-farebox revenue) juga harus digenjot secara maksimal. Pengembangan kawasan berorientasi transit (Transit Oriented Development/TOD), pemanfaatan lahan komersial, dan pengelolaan properti di sekitar stasiun seperti Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar diyakini bisa menjadi sumber pemasukan baru yang signifikan untuk menopang operasional dan pembayaran utang.
 
                 
             
                 
                 
                 
         
         
         
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                 
                     
                     
                     
                     
                     
             
             
             
             
                     
                     
                     
                    