Suara.com - Konflik di Sudan telah berlangsung panjang. Perang saudara yang pecah pada Oktober 2021 ini dilatarbelakangi oleh peristiwa kudeta perdana menteri oleh pasukan militer Sudan, Sudanese Armed Force (SAF).
Saat itu, Jenderal Abdel-Fattah yang memimpin militer Sudan melakukan kudeta terhadap Perdana Menteri Abdallah Hamdok beserta sejumlah pejabat pemerintah.
Lantas apa yang membuat konflik Sudan meletus semakin parah? Berikut lima faktanya.
1. Peran Kelompok Paramiliter RSF
Kelompok Paramiliter, Rapid Support Force atau RSF awalnya dibentuk oleh Pemerintah Sudan dengan nama Janjaweed.
RSF yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti, awalnya dikerahkan pemerintah untuk menangani perang di perang di Darfur, Sudan bagian barat.
Padahal, presiden saat itu, Omar Al-Bashir, yang kemudian mundur sempat dicurigai tengah melakukan kejahatan melawan kemanusiaan di Darfur. RSF dimanfaatkan presiden Al-Bashir untuk membantu militer menghentikan pemberontakan sipil.
Setelah militer menguasai keadaan seperti hari ini, Pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo juga terlibat dalam pemerintahan pascakudeta.
Sayangnya, hubungan SAF dan RSF retak akibat rencana militer menyerahkan kekuasaan kepada sipil dan menggabungkan RSF ke dalam angkatan darat nasional. Konflik ini mulai muncul pada medio 2023.
Baca Juga: Suara Lantang Pep Guardiola: Hentikan Genosida di Gaza!
2. Kondisi Terkini di Sudan
Kekinian, RSF merebut El-Fasher, Ibu Kota Darfur Utara pada akhir Oktober 2025 setelah diduduki selama 18 bulan.
Dalam perebutan wilayah tersebut, RSF diketahui melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil.
Para aktivis menyebut RSF melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang mengarah pada genosida. Sedikitnya 1.500 orang tewas selama masa pendudukan RSF di El-Fasher.
3. Korban Kelaparan di Sudan
Bukan hanya korban tewas, perang di Sudan juga membuat ratusan ribu warganya mengalami kelaparan akut.