JATAM: Warga Pro dan Kontra Tambang di Halmahera Sama-sama Korban Sistem yang Merusak

Senin, 10 November 2025 | 16:25 WIB
JATAM: Warga Pro dan Kontra Tambang di Halmahera Sama-sama Korban Sistem yang Merusak
Koordinator Nasional JATAM Melky Nahar (kiri) memaparkan hasil temuannya terkait proyek pembuangan limbah nikel ke laut. [Suara.com/Erick Tanjung]
Baca 10 detik
  • JATAM: Warga pro dan kontra tambang di Halmahera sama-sama menjadi korban.

  • Perpecahan warga adalah strategi sistematis dari korporasi dan oknum birokrasi.

  • Kerusakan di satu titik akan berdampak pada seluruh ekosistem Halmahera.

Suara.com - Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, menegaskan bahwa konflik tambang di Halmahera Timur tidak boleh dipandang sebatas perseteruan antara warga pro dan kontra. Menurutnya, kedua kelompok masyarakat tersebut pada dasarnya adalah korban dari sistem ekonomi ekstraktif yang merusak ruang hidup mereka.

“Dalam perspektif kami di JATAM, baik warga yang pro maupun yang kontra, semua adalah bagian dari korban yang sama,” ujar Melky dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).

Melky menjelaskan, masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan seperti PT Position dan PT WKM sangat bergantung pada sumber daya alam. Kehadiran industri tambang justru mengancam alat produksi utama mereka, yaitu tanah, hutan, dan air.

“Mayoritas warga di sana mata pencahariannya sangat bergantung pada tanah, hutan, dan air, bukan pada tambang yang tidak menjanjikan kesejahteraan di masa depan,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Melky menuding bahwa perpecahan di tengah masyarakat bukanlah konflik alami, melainkan hasil dari strategi sistematis yang dijalankan oleh korporasi bersama oknum birokrasi lokal dan politisi. Pola 'adu domba' ini, menurutnya, sengaja diciptakan untuk melemahkan perlawanan warga.

“Jejaring operasi yang didesain secara sistematis oleh korporasi, yang bersekongkol dengan birokrasi lokal, inilah yang menyulitkan warga Maba Sangaji dan sekitarnya,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat untuk memperkuat solidaritas internal, termasuk melalui lembaga adat, agar tidak mudah dipecah belah oleh kepentingan perusahaan.

Melky juga mengingatkan bahwa persoalan di Maba Sangaji tidak dapat dilihat secara terpisah. Menurutnya, Halmahera merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling terhubung, sehingga kerusakan di satu titik akan berdampak luas.

“Membaca Halmahera tidak bisa secara parsial. Satu bagian dirusak, ia akan berdampak pada bagian-bagian yang lain,” jelasnya.

Baca Juga: JATAM: Negara Abai Lindungi Warga dari Dampak Beracun Tambang Nikel di Halmahera

“Persoalan Maba Sangaji bukan hanya persoalan mereka sendiri, tapi adalah persoalan seluruh Maluku Utara,” pungkasnya.

×
Zoomed

VIDEO TERKAIT

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI