Boni Hargens: Putusan MK Benar, Polri Adalah Alat Negara

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 13 November 2025 | 21:39 WIB
Boni Hargens: Putusan MK Benar, Polri Adalah Alat Negara
Analis politik dan Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens, Ph.D. (Ist)
Baca 10 detik
  • Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang meminta akhir masa jabatan Kapolri disamakan dengan masa jabatan presiden dan anggota kabinet atau lima tahun
  • Boni Hargens menilai keputusan MK telah tepat dalam membedakan antara Polri sebagai bagian integral dari negara dengan jabatan-jabatan politik yang bersifat temporer dan terikat pada siklus pemilihan umum
  • Tiga pemohon uji materi UU Polri itu mempersoalkan ketiadaan pembatasan masa jabatan Kapolri yang definitif dalam undang-undang tersebut

Suara.com - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang meminta akhir masa jabatan Kapolri disamakan dengan masa jabatan presiden dan anggota kabinet atau lima tahun.

Diketahui, perkara tersebut dimohonkan oleh tiga orang mahasiswa yang bernama Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra. Mereka menguji Pasal 11 ayat (2) UU Polri dan penjelasannya.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 19/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Terkait putusan itu, Analis politik dan Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens, memberikan dukungan penuh terhadap Mahkamah Konstitusi atas gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Boni Hargens menilai keputusan MK telah tepat dalam membedakan antara Polri sebagai bagian integral dari negara dengan jabatan-jabatan politik yang bersifat temporer dan terikat pada siklus pemilihan umum.

"Saya sepakat dengan MK bahwa Polri itu bagian dari negara, bukan sekadar alat kelengkapan negara sehingga jabatan Kapolri tidak bisa dibatasi seperti jabatan politik. Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, maka biarkan itu menjadi hak prerogatif presiden sebagai kepala negara," ujar Boni Hargens dalam keterangannya pada Kamis (13/11/2025).

Diketahui, tiga pemohon uji materi UU Polri itu mempersoalkan ketiadaan pembatasan masa jabatan Kapolri yang definitif dalam undang-undang tersebut. Gugatan ini menjadi perhatian publik karena menyangkut isu fundamental tentang independensi kepolisian dan batasan kewenangan eksekutif dalam menentukan pimpinan lembaga penegak hukum.

Para pemohon berargumen bahwa pembatasan masa jabatan Kapolri diperlukan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan dan memastikan rotasi kepemimpinan yang sehat dalam institusi kepolisian.

Dalam konteks reformasi sektor keamanan di Indonesia, pertanyaan mengenai masa jabatan pejabat tinggi negara selalu menjadi topik yang sensitif dan strategis.

Baca Juga: Hendra Kurniawan Batal Dipecat Polri, Istrinya Pernah Bersyukur 'Lepas' dari Kepolisian

Gugatan ini mencerminkan kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap potensi politisasi institusi kepolisian jika masa jabatan Kapolri tidak dibatasi secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

Inti Permasalahan Konstitusional

Pertama, tidak adanya frasa "setingkat menteri" dalam UU Polri menjadi perdebatan utama mengenai posisi konstitusional Kapolri dalam struktur pemerintahan.

Kedua, Polri adalah alat negara yang independent dari kepentingan politik praktis.

"Sudah benar apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi," kata Boni.

Untuk diketahui, MK dalam pertimbangannya menekankan bahwa tidak adanya frasa "setingkat menteri" dalam mendefinisikan posisi Kapolri bukanlah sebuah kekosongan hukum, melainkan pilihan legislatif yang disengaja untuk menjaga karakter khusus jabatan tersebut.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI