Perlindungan Anak di Medsos: Menkomdigi Tegaskan Sanksi untuk Platform, Bukan Orang Tua

Senin, 08 Desember 2025 | 15:30 WIB
Perlindungan Anak di Medsos: Menkomdigi Tegaskan Sanksi untuk Platform, Bukan Orang Tua
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid. (Tangkap layar)
Baca 10 detik
  • Menkomdigi menegaskan sanksi aturan perlindungan anak digital hanya menyasar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang gagal menyaring pengguna di bawah umur.
  • Penerapan aturan perlindungan anak digital Indonesia yang ditandatangani Maret 2025 telah menjadi referensi positif bagi negara-negara di dunia.
  • Indonesia menerapkan klasifikasi usia bertingkat (13, 16, dan 18 tahun) sebagai pendekatan berbeda dalam perlindungan anak di ranah digital.

Suara.com - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menekankan bahwa penerapan aturan perlindungan anak di ranah digital tidak akan membebankan sanksi kepada masyarakat pengguna, baik orang tua maupun anak-anak. 

Sebaliknya, kata dia, sanksi tegas akan dijatuhkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) jika terbukti gagal menyaring pengguna di bawah umur.

Hal itu disampaikan Meutya dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).

"Sekali lagi pada dasarnya aturan ini adalah mengatur bagi penyelenggara sistem elektronik untuk tidak secara teknik memberikan anak-anak di usia tertentu masuk ke dalam ranah PSE-nya," kata Meutya.

Menurutnya, bahwa tanggung jawab teknis berada sepenuhnya di tangan penyedia platform. 

Jika platform digital "kebobolan" atau dapat diakses oleh anak di usia yang tidak seharusnya, maka PSE tersebut yang akan dikenai hukuman.

"Jadi ini tidak memberikan sanksi kepada orang tua, bukan memberikan sanksi kepada anak-anaknya. Tapi memberikan sanksi kepada PSE jika PSE kebobolan atau dapat dimasuki oleh anak-anak di usia yang seharusnya tidak boleh masuk," tegasnya.

Meutya mengungkapkan, jika aturan perlindungan anak di ranah digital yang telah ditandatangani Presiden RI pada Maret 2025 ini mendapatkan sorotan positif dari dunia internasional, langkah Indonesia bakal menjadi referensi bagi negara-negara lain.

"Beberapa minggu terakhir ini cukup ramai, mengingat setelah Indonesia menyelesaikan dan ditandatangani oleh Presiden di bulan Maret 2025, negara lain termasuk negara tetangga Malaysia juga berkeinginan untuk memiliki aturan yang serupa," katanya.

Baca Juga: Bikin Laporan ke Bareskrim, Bule Rusia Polisikan Dua Akun Medsos Diduga Penyebar Fitnah

Tak hanya di Asia Tenggara, Meutya menyebut sejumlah negara di Eropa saat ini juga tengah mempertimbangkan untuk menyusun regulasi serupa demi melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia maya.

Dalam penerapannya, Indonesia menerapkan pendekatan yang berbeda dibandingkan negara lain terkait batasan usia. 

Jika negara lain umumnya hanya menetapkan satu batas usia, Indonesia berdasarkan masukan dari pemerhati perkembangan anak menetapkan kategori bertingkat.

Meutya memaparkan klasifikasi tersebut dibagi menjadi tiga fase:

  • Usia 13 Tahun: Anak diperbolehkan masuk ke dalam PSE kategori ringan.
  • Usia 16 Tahun: Untuk PSE kategori risiko tinggi, anak diperbolehkan membuat akun namun wajib dengan pendampingan orang tua.
  • Usia 18 Tahun: Pengguna dianggap dewasa dan diperbolehkan memiliki akun secara mandiri.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI