- Kasus kanker di Indonesia meningkat signifikan, dengan kanker payudara, serviks, dan kolorektal paling menyerang perempuan.
- Pemeriksaan genetik klinis dan MCED menjadi teknologi pencegahan krusial untuk deteksi dini risiko kanker turunan.
- Pendekatan preventif dan deteksi dini sangat penting bagi perempuan guna meningkatkan peluang penanganan kanker lebih optimal.
Suara.com - Di tengah meningkatnya kasus penyakit kronis, khususnya kanker, langkah pencegahan dan deteksi dini dinilai semakin krusial bagi perempuan Indonesia.
Data Global Cancer Observatory menunjukkan tren peningkatan kasus kanker di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2022, tercatat 408.661 kasus kanker dengan 242.988 kematian, meningkat dibandingkan 2018 yang mencatat 348.809 kasus dan 207.210 kematian.
Kanker payudara, serviks, dan kolorektal menjadi jenis kanker yang paling banyak menyerang perempuan.
Kondisi ini mendorong pentingnya pendekatan kesehatan preventif, terutama deteksi dini, untuk meningkatkan peluang penanganan yang lebih optimal.
Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, perempuan Indonesia kini semakin proaktif mencari informasi dan layanan pemeriksaan kesehatan sebelum gejala muncul.
Menjawab kebutuhan tersebut, IHH Healthcare Singapore—yang menaungi jaringan rumah sakit seperti Mount Elizabeth dan Gleneagles—menawarkan pendekatan pemeriksaan kesehatan yang lebih personal dan berbasis teknologi.
Salah satu metode yang direkomendasikan adalah tes genetik klinis (clinical genetic testing) yang dilakukan dengan pendampingan konseling genetik.
Konsultan Senior Onkologi Medis Centre for Genomic Health Mount Elizabeth Novena Hospital, Dr. Lynette Ngo, menjelaskan bahwa tes genetik klinis bertujuan untuk mengidentifikasi mutasi genetik turunan yang dapat meningkatkan risiko kanker sepanjang hidup seseorang.
Baca Juga: 30 Ucapan Hari Ibu Bahasa Inggris, Berkesan Cocok untuk Caption Medsos
“Tes ini bukan untuk menimbulkan rasa takut, melainkan membangun kesadaran. Hasilnya membantu dokter dan pasien menyusun rencana pencegahan dan pemantauan yang lebih terarah,” ujarnya.
Menurut Dr. Ngo, perempuan dengan riwayat kanker pribadi atau keluarga sangat dianjurkan mempertimbangkan tes genetik.
Jika ditemukan risiko yang lebih tinggi, langkah lanjutan dapat segera dirancang, mulai dari pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik, pemantauan rutin oleh spesialis, hingga strategi pengurangan risiko yang sesuai.
Selain tes genetik, teknologi Multi-Cancer Early Detection (MCED) juga menjadi opsi pelengkap dalam upaya pencegahan kanker. MCED merupakan metode pemeriksaan berbasis sampel darah yang dirancang untuk mendeteksi sinyal awal berbagai jenis kanker sekaligus, termasuk mengidentifikasi kemungkinan jaringan asal kanker tersebut.
“MCED tidak menggantikan pemeriksaan standar seperti mamografi atau skrining serviks,” tegas Dr. Ngo.
“Tes ini bersifat pelengkap, khususnya untuk mendeteksi kanker yang belum memiliki program skrining rutin.”
Tes MCED umumnya direkomendasikan bagi individu berusia 40 tahun ke atas yang tidak bergejala, dan sebaiknya dilakukan sebagai bagian dari rencana kesehatan preventif yang dipandu dokter, dengan mempertimbangkan faktor risiko dan preferensi pasien.
CEO Mount Elizabeth Novena Hospital, Sherrie Lim, menilai langkah preventif sebagai investasi penting bagi perempuan.
“Banyak perempuan, terutama para ibu, kerap mengesampingkan kesehatan mereka sendiri. Padahal, deteksi dini dapat memberikan dampak besar, tidak hanya pada hasil pengobatan, tetapi juga ketenangan pikiran,” ujarnya.
Melalui pemanfaatan teknologi kesehatan preventif, perempuan Indonesia didorong untuk beralih dari pendekatan reaktif—berobat saat sakit—menjadi proaktif dalam menjaga kesehatan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup, memperbesar peluang deteksi dini, serta memastikan masa depan yang lebih sehat bagi perempuan dan keluarga mereka.