Banjir Sumatera Bukan Bencana Alam, Amnesty International: Cerminan Kebijakan Pro Deforestasi

Senin, 29 Desember 2025 | 18:18 WIB
Banjir Sumatera Bukan Bencana Alam, Amnesty International: Cerminan Kebijakan Pro Deforestasi
Permukiman warga terdampak banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). BPBD Tapanuli Selatan mencatat hingga Sabtu (29/11) sebanyak 43 korban meninggal dunia di wilayahnya akibat banjir bandang pada Selasa (25/11/2025). [Antara]
Baca 10 detik
  • Amnesty Internasional Indonesia menilai bencana Sumatra 2025 akibat deforestasi mencerminkan kebijakan ekonomi pro-deforestasi.
  • Pemerintah pusat menunjukkan kelambanan respons pascabencana, menolak bantuan asing, dan membatasi peliputan media.
  • Kelalaian negara dalam mengabaikan peringatan lingkungan dan menegakkan kebijakan pro-deforestasi mengancam hak asasi manusia.

Sebelum banjir dan longsor di Sumatra terjadi, BMKG telah mengeluarkan peringatan keras, namun terkesan diabaikan.

“Kelalaian negara ini berujung pada malapetaka HAM,” tegas Usman.

Pernyataan para pejabat juga dianggap memperparah situasi. Direktur Jenderal Kementerian Kehutanan menyebut kayu gelondongan yang tersapu banjir sebagai kayu lapuk. Sementara itu, Kepala BNPB menyebut situasi mencekam hanya berseliweran di media sosial.

Hal ini, kata Usman, menunjukkan arogansi dan nirempati di tengah krisis kemanusiaan.

Bencana Sumatra menunjukkan bagaimana kebijakan pembangunan yang mengabaikan lingkungan dan HAM mengancam hak atas kehidupan, keselamatan, dan ruang hidup.

Selama negara terus mengizinkan proyek bisnis berbasis deforestasi masif, maka malapetaka serupa terancam akan terus berulang.

“Malapetaka ekologis bisa terus berlanjut pada 2026 jika pemerintah masih menjalankan kebijakan pro-deforestasi yang diamankan dengan praktik-praktik otoriter,” tegas Usman.

“Hutan dan ekosistem lingkungan di banyak wilayah Sumatra, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, hingga Papua telah rusak,” imbuhnya.

Jangan sampai kerusakan hutan di Indonesia terus berlanjut akibat adanya instruksi Kepala Negara yang menginginkan ekspansi penanaman sawit.

Baca Juga: Gubernur Aceh Kembali Perpanjang Status Tanggap Darurat Bencana hingga 8 Januari 2026

“Kebijakan ekonomi berbasis deforestasi harus dihentikan jika Indonesia ingin mencegah bencana ekologis yang lebih besar ke depan,” tandas Usman.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI