Maka, dalam skema mitigasi gas rumah kaca paling ambisius sekalipun, Indonesia baru bisa membuat penggunaan kendaraan listrik memiliki jejak karbon yang sama–sedikit lebih baik dibandingkan dengan kendaraan konvensional–pada sepuluh tahun lagi.
Kendaraan listrik Untuk Siapa?
Transisi menuju kendaraan listrik bukanlah sebuah kesalahan.
Proses ini dapat membuka peluang sumber-sumber energi terbarukan yang bersih seperti surya, angin, dan air untuk sumber energi sektor transportasi.
Bandingkan jika Indonesia tetap mengandalkan bahan bakar minyak yang opsi energi terbarukannya jauh lebih terbatas dan dilematis. Sejauh ini, pilihan yang tersedia adalah bahan bakar kombinasi minyak bumi dan olahan minyak sawit, yang justru berpotensi menambah pelik persoalan lingkungan karena berisiko menimbulkan deforestasi dengan dalih ekspansi produksi minyak sawit.
Berbagai pelajaran dari negara lain menunjukkan kendaraan listrik memerlukan sumber listrik rendah karbon. Jika ambisi elektrifikasi memang benar-benar bertujuan mitigasi iklim, maka pemerintah perlu segera mengganti pembangkit-pembangkit listrik PLN yang kotor dengan energi terbarukan.
Apabila tidak, sangat masuk akal untuk menduga bahwa kebijakan tersebut hanya bertujuan untuk menyediakan permintaan listrik dari ratusan pembangkit listrik tenaga uap-batubara.
Artikel ini sebelumnya tayang di The Conversation.
Baca Juga: Pemda Gunakan Mobil Listrik Sebagai Kendaraan Dinas, PLN Siapkan SPKLU di Kota Jayapura