Meski merger dengan Honda dan Mitsubishi juga berakhir tanpa kesepakatan, ketiga perusahaan menyatakan tetap akan berkolaborasi dalam pengembangan teknologi elektrifikasi dan perangkat lunak.
Langkah ini dianggap penting untuk tetap kompetitif dalam perlombaan kendaraan listrik (EV), terutama menghadapi rival dari China.
Tantangan di Masa Depan

Nissan mengakui bahwa bertahan sendirian tanpa mitra strategis akan menjadi tantangan besar.
Perusahaan ini harus menghadapi tekanan dari konsumen yang semakin beralih ke kendaraan listrik, sementara kondisi finansialnya membatasi kemampuan untuk berinvestasi dalam teknologi baru.
Dengan beban utang yang meningkat dan biaya operasional yang tinggi, Nissan berada pada posisi yang sulit.
Meski begitu, Nissan tetap berharap bahwa langkah-langkah efisiensi dan kerja sama dengan mitra potensial seperti Foxconn dapat membantu perusahaan ini bertahan.

Namun, tanpa solusi jangka panjang yang konkret, ancaman kolaps tetap membayangi produsen otomotif yang pernah berjaya ini.
Kondisi keuangan Nissan yang terus memburuk menjadi peringatan serius bagi perusahaan untuk segera menemukan strategi baru yang lebih efektif.
Baca Juga: GAC Group Pamer Jajaran Mobil Canggih di Shanghai Auto Show 2025, Ada Mobil Tanpa Pengemudi
Dengan kerugian terbesar dalam sejarahnya, masa depan Nissan tergantung pada kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dan teknologi.
Apakah Nissan mampu bangkit atau justru akan menjadi cerita lain dari kejatuhan raksasa otomotif? Waktu yang akan menjawab.