Namun, banyak pemilik menolak tawaran tersebut, mengeluhkan lamanya waktu tunggu untuk penggantian suku cadang yang bisa mencapai 30 hingga 40 minggu.
Selain itu, mereka menganggap kompensasi yang diberikan tidak cukup untuk menutupi janji performa yang ternyata tidak terbukti.
Dampak Besar untuk Xiaomi Auto
Gugatan hukum ini menjadi ujian berat bagi Xiaomi Auto, yang saat ini berusaha membangun citra sebagai produsen kendaraan listrik premium.
CEO Xiaomi Auto, Lei Jun, bahkan menyebut beberapa minggu terakhir sebagai masa tersulit sejak perusahaan berdiri, mengisyaratkan tantangan serius baik secara pribadi maupun profesional.
Para analis industri membandingkan kasus Xiaomi dengan pengalaman pabrikan EV China lainnya seperti Avatr, yang berhasil mengatasi kontroversi dengan melakukan pengujian publik untuk membuktikan klaim produk mereka.
Kini, banyak pihak mendesak Xiaomi untuk melakukan verifikasi independen terhadap kap mesin serat karbon yang diklaim memiliki fitur aerodinamika.
Jika nantinya ditemukan bahwa ducts yang disebut Xiaomi memang tidak berfungsi, maka Xiaomi berpotensi menghadapi sanksi berdasarkan hukum periklanan ketat di China, yang melarang promosi yang menyesatkan konsumen.
Masalah kualitas Xiaomi SU7 bukan hanya soal kap mesin serat karbon, tetapi juga keseluruhan built quality mobil yang kini semakin diragukan oleh para pemiliknya.
Baca Juga: Penantang Tesla Cybertruck dari China Siap Meluncur, Desain Lebih Oke
Jika Xiaomi gagal menangani kontroversi ini dengan baik, nasib model SUV berikutnya, Xiaomi YU7, dan ambisi Xiaomi di industri otomotif bisa ikut terancam.
Kasus ini juga bisa menjadi peringatan bagi produsen otomotif lain, bahwa strategi pemasaran dengan klaim fitur performa harus didukung bukti nyata, atau mereka harus siap menghadapi gelombang gugatan dari konsumen yang merasa dirugikan. Untuk Xiaomi, satu hal yang pasti: masa depan mereka di industri EV kini berada dalam ujian besar.