Suara.com - Perdebatan seputar efektivitas kendaraan listrik dalam menekan emisi karbon terus memanas di kancah global.
Akio Toyoda, Chairman Toyota, kembali menyuarakan pandangannya yang menilai kendaraan listrik tidak sepenuhnya bebas emisi.
"Sebanyak 9 juta mobil listrik menghasilkan emisi karbon yang sama dengan 27 juta mobil hybrid," ujar Toyoda dikutip dari Carnewschina, Senin (16 Juni 2025).
Toyoda juga menyoroti kekhawatiran tentang peningkatan emisi jika Jepang memproduksi 9 juta mobil listrik, mengingat ketergantungan jaringan listrik negara tersebut pada bahan bakar fosil.
Pernyataan Toyoda tentu saja merefleksikan strategi Toyota yang masih akan mengandalkan mesin bensin yang dipadukan dengan teknologi seperti hybrid.

Namun berdasarkan sejumlah riset, pernytaan Toyoda dinilai kontroversial. Hasil studi yang dilakukan Universitas Tsinghua pada 2022 menunjukkan bahwa di Tiongkok, kendaraan listrik tetap menghasilkan emisi karbon 20-30 persen lebih rendah meskipun sebagian besar listriknya berasal dari batu bara.
Selain itu, China Automotive Technology and Research Center (CATARC) melaporkan bahwa mobil listrik compact di Tiongkok rata-rata mengeluarkan 118 gram CO per kilometer, jauh lebih rendah dari 163 gram CO pada mobil bensin sejenis.
Meskipun produksi mobil listrik awal memang menghasilkan emisi CO yang lebih tinggi (sekitar 11-14 ton) dibandingkan hybrid atau ICE (6-9 ton), penelitian dari Argonne National Laboratory mengungkapkan bahwa kendaraan listrik mencapai "titik balik emisi" setelah menempuh jarak 31.000–45.000 Km.
Setelah itu, emisi total selama masa pakainya akan jauh lebih rendah.
Efisiensi Hybrid dan Kendaraan Listrik
Baca Juga: 5 Mobil Listrik Indonesia 2025: Fast Charging, Kabin Ergonomis!
Sementara itu, mobil hybrid memang lebih efisien daripada ICE konvensional, namun efektivitasnya bervariasi. Hybrid konvensional seperti Toyota Prius menggunakan baterai kecil dengan jangkauan terbatas.
Plug-in hybrid (PHEV), yang diklaim mampu menempuh jarak 30–80 Km dalam mode listrik penuh, seringkali gagal mencapai angka tersebut di penggunaan nyata. Data Eropa bahkan menunjukkan banyak pengemudi PHEV tidak rutin mengisi daya, membuat emisi di lapangan jauh lebih tinggi dari klaim laboratorium.
![Mobil hybrid Toyota Prius HEV dipamerkan di GIIAS 2024 pada 18 - 28 Juli 2024. [Suara.com/Liberty Jemadu]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/07/24/51245-toyota-prius-mobil-hybrid.jpg)
Di sisi lain, produksi baterai EV semakin ramah lingkungan. Raksasa baterai seperti CATL dan BYD beralih ke kimia tanpa kobalt dan nikel seperti Lithium Ferro Phosphate (LFP) yang secara signifikan mengurangi jejak emisi produksi.
Investasi Kendaraan Listrik Toyota
Namun di balik keraguan Akio Toyoda, Toyota menunjukkan komitmen serius terhadap kendaraan listrik, terutama di pasar Tiongkok. Melalui strategi “China R&D 2.0”, Toyota berkolaborasi dengan perusahaan teknologi besar seperti Huawei, Xiaomi, dan Momenta untuk mengembangkan kokpit cerdas dan sistem bantuan pengemudi.

Selain itu, Toyota juga menggandeng GAC dan FAW untuk membangun platform khusus BEV (battery electric vehicle) dan PHEV (plug-in hybrid electric vehicle). BYD bahkan turut serta dalam strategi ini dengan memasok komponen utama untuk beberapa model mobil listrik Toyota.