Di pasar China sendiri, Nissan sudah menutup pabrik di Wuhan dan Changzhou karena kalah bersaing dengan merek lokal seperti BYD, Neta, dan Zeekr2.
Harga EV buatan China yang jauh lebih murah, seperti BYD Seagull EV yang dijual mulai Rp157 jutaan, membuat merek Jepang seperti Nissan Leaf (Rp456 jutaan) sulit bersaing.
Apa Dampaknya ke Indonesia?
Meski penutupan pabrik terjadi di luar negeri, dampaknya bisa terasa di Indonesia. Jika pabrikan China berhasil memperluas produksi di Meksiko, distribusi mobil listrik ke pasar global bisa makin cepat dan murah.
Artinya, harga EV di Indonesia berpotensi turun, dan pilihan model makin beragam, setidaknya secara teori.
Selain itu, langkah ini bisa jadi sinyal bahwa era dominasi Jepang di industri otomotif mulai bergeser. Mobil listrik China bukan lagi alternatif, tapi mulai jadi arus utama.
Penutupan pabrik Nissan di Meksiko bukan sekadar restrukturisasi, tapi juga membuka peluang besar bagi ekspansi mobil listrik China. Jika BYD atau SAIC benar-benar masuk, peta persaingan otomotif global akan berubah drastis.
Pertanyaannya sekarang: apakah Nissan akan bangkit dengan strategi baru, atau justru makin terdesak oleh agresivitas pemain baru dari Timur?
Baca Juga: Chery Buka-Bukaan Bicara Rencana Kelanjutan Investasi Pabrik di Indonesia