Petugas PMI melakukan vaksinasi Campak dan Rubella kepada sejumlah anak di Pesantren Miftahul Khaer, Tangerang, Kamis 28 September 2027. ( Foto: SP/Joanito De Saojoao. / SP/Joanito De Saojoao )
LOMBOKita – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa haram untuk vaksin campak dan rubella (Measles Rubella/MR) melalui Fatwa Nomor 33/2018 beberapa hari lalu. Vaksin yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII) tersebut dinyatakan menggunakan unsur babi dalam proses produksinya.
Namun, dalam poin ketiga fatwa tersebut, MUI membolehkan (mubah) vaksin MR tetap digunakan. Ada tiga alasan untuk ini, yakni, pertama, adanya kondisi darurat atau syar’iyyah. Kedua, belum ditemukannya vaksin baru yang halal dan suci hingga saat ini. Ketiga, berdasarkan keterangan dari ahli yang kompeten dan kredibel yang menyatakan bahwa terhadap bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi.
Karena itu, MUI mengimbau kepada masyarakat agar tidak ragu dan khawatir untuk diimunisasi dengan vaksin MR.
“Fatwa MUI ini bisa dijadikan pijakan dan panduan di dalam pelaksanan imunisasi MR sekaligus rujukan kepada masyarakan khususnya masyarakat Muslim untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/8).
Niam juga menegaskan, berdasarkan kajian Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis (LPPOM) MUI, vaksin MR produksi SII tersebut memanfaatkan unsur yang berasal dari babi dalam proses pembuatannya, meskipun hasil akhirnya tidak terlihat mengandung babi. Ini sekaligus meluruskan pemberitaan selama ini bahwa vaksin MR mengandung babi. “Jadi berbeda ya dua hal ini, antara produksi vaksin memanfaatkan unsur babi dengan mengandung babi,” kata Naim.
Menindaklanjuti fatwa MUI tersebut, Menteri Kesehatan Nila Djuwita mengundang kepala dinas kesehatan provinsi dari 34 provinsi untuk menyebarluaskan informasi secara utuh tentang fatwa dan imunisasi MR tersebut. Diharapkan kepala dinas kesehatan tersebut bisa menyosialisasikannya ke fasilitas kesehatan dan selanjutnya ke masyarakat mengenai pentingnya imunisasi MR.
Menkes Nila Moeloek mengatakan, fatwa ini memberi kejelasan, sehingga tidak ada lagi keraguan di masyarakat untuk memanfaatkan vaksin MR dalam program imunisasi yang sedang dilaksanakan di 28 provinsi.
“Imunisasi ini sebagai ikhtiar untuk menghindarkan buat hati dan risiko terinfeksi penyakit campak dan rubella yang bisa berdampak pada kecacatan dan kematian,” kata Menkes.
Kemkes sendiri tetap melanjutkan pelaksanaan imunisasi MR tahap 2 di 28 provinsi di luar Jawa dengan target sasaran sebanyak 31.920.000 anak usia 9 bulan sampai di bawah 15 tahun. Sebelumnya di tahun lalu, program imunisasi pemerintah ini sudah dilaksanakan di 6 provinsi di Pulau Jawa.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes, Anung Sugihantono, menambahkan cakupan imunisasi tahap 2 di 28 provinsi sudah mencapai 30,2%. Tingkat cakupan di tiap provinsi berbeda, ada yang di atas 30% dan ada pula yang lebih rendah.
Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ini, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menerbitkan surat edaran kepada seluruh gubernur, bupati, dan walikota di 28 provinsi untuk mendukung pelaksanaan program imunisasi MR ini.