Suara.com - Pada 2003 silam para ilmuwan menemukan fosil-fosil mahluk mirip manusia berukuran kerdil di Liang Bua, Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Mereka menyimpulkan fosil-fosil itu milik spesies baru manusia purba dan menamainya Homo floresiensis.
Manusia purba itu tingginya hanya sekitar 1 meter. Tetapi uniknya penduduk di sebuah desa di dekat situs purbakala Liang Bua memiliki kemiripan dengan para manusia purba itu: tinggi mereka rata-rata hanya sekitar 1,4 meter.
Fakta penduduk Desa Rampasasa itu memicu rasa penasaran para ilmuwan. Apakah manusia purba Homo floresiensis itu pernah berkawin-mawin dengan manusia modern (Homo sapiens), nenek moyang orang-orang di Rampasasa saat ini?
Kini, 15 tahun setelah penemuan fosil-fosil purba itu, para ilmuwan berhasil menemukan jawaban pasti atas rasa penasaran itu.
"Sangat jarang dalam dunia sains... kita mendapat jawaban pasti dari sebuah pertanyaan," kata Richard E. Green, pakar genetika dari Universitas California, Santa Cruz, AS.
Green adalah salah satu peneliti yang menganalisis DNA dari Homo floresiensis dan orang-orang di Rampasasa. Hasil penelitian Green itu diterbitkan di jurnal Science, Kamis (2/8/2018).
"Jawabannya sangat jelas, tidak (ada hubungan antara Homo floresiensis dengan orang-orang Rampasasa)," imbuh dia.
DNA misterius
Tetapi sebagaimana yang kerap terjadi di dunia sains, jawaban atas satu pertanyaan akan memantik pertanyaan-pertanyaan baru.
Dari penelitian Green itu diketahui bahwa di masa lalu setidaknya dua kali manusia dan saudara jauhnya - yang lazim disebut hominin - masuk ke Flores lalu tubuh mereka menyusut.
Manusia bukan satu-satunya yang menyusut dan menjadi kerdil di Flores. Penelitian-penelitian lain sebelumnya menunjukkan bahwa gajah juga pernah dua kali hidup di Flores dan tubuh mamalia raksasa itu juga menyusut menjadi kerdil.
Pertanyaannya kemudian menjadi lain: tuah misterius apa yang disembunyikan Flores sehingga tubuh-tubuh penghuninya bisa menyusut?
Ketika fosil Homo floresiensis pertama kali ditemukan, banyak ilmuwan berharap tulang-belulang itu masih menyimpan kepingan-kepingan DNA. Mereka yakin karena hasil perhitungan awal menunjukkan bahwa fosil-fosil itu berusia relatif muda, sekitar 13.000 tahun.
Analisis DNA kemudian digelar, untuk mengetahui di mana posisi Homo floresiensis dalam pohon keluarga hominin. Analisis ini juga penting untuk mengakhiri salah satu perdebatan besar tentang manusia-manusia purba kerdil itu.
Beberapa peneliti meyakini bahwa fosil-fosil dari gua Liang Bua itu sebenarnya adalah manusia modern yang mengalami atau menderita masalah dalam pertumbuhan.