Hutan Indonesia Dipaksa Mengalah demi Proyek Strategis Nasional Jokowi

Liberty Jemadu Suara.Com
Minggu, 05 September 2021 | 07:35 WIB
Hutan Indonesia Dipaksa Mengalah demi Proyek Strategis Nasional Jokowi
Rusaknya Ekosistem Hutan Picu Banjir Bandang di Simalungun. [Ist]

Suara.com - Undang Undang Cipta Kerja yang disahkan DPR bersama pemerintah pada tahun lalu berisiko pada perambahan kawasan hutan secara besar-besaran. Hal itu dikhawatirkan dapat mengganggu target anyar Indonesia untuk menekan angka deforestasi dalam rangka pemenuhan komitmen Perjanjian Paris.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Hariadi Kartodihardjo menyampaikan, hutan ‘dipaksa mengalah’ proyek strategis nasional (PSN). Beberapa ketentuan turunan UU Cipta Kerja mengatur sejumlah keistimewaan proyek tersebut percepatan pembangunan.

“Konteks (kebijakan) proyek strategis nasional itu tidak mempertimbangkan masalah lingkungan,” ujar Hariadi saat dihubungi, pekan lalu.

PSN merupakan salah satu kebijakan unggulan pemerintahan Joko Widodo sejak 2016. Tujuannya adalah percepatan pembangunan infrastruktur yang dianggap krusial untuk pertumbuhan ekonomi.

Per 2020, ada 201 proyek strategis yang terkait beragam infrastruktur seperti jalan, bendungan, pembangkit listrik, perkebunan, kawasan produksi pangan (food estate), hingga instalasi pengolahan sampah.

Hariadi membeberkan sejumlah regulasi PSN yang dianggap mengancam kelangsungan kawasan hutan. Misalnya Pasal 84 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 yang membolehkan pelepasan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.

Persoalan lainnya, pengembang PSN dapat menggunakan kawasan hutan meski di suatu provinsi berstatus kekurangan. Artinya, luas kawasan hutan yang ada di daerah tersebut tidak mampu menjadi penopang daya dukung lingkungan, daerah aliran sungai, maupun keanekaragaman hayati.

Pengembang proyek, berdasarkan Pasal 94 PP No. 23 Tahun 2021, juga dibebaskan dari kewajiban menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan dan PNBP kompensasi.

Kebijakan penanganan tumpang tindih kawasan hutan dengan lahan PSN juga dianggap Hariadi tak masuk akal. Dalam Pasal 23 PP No. 24 Tahun 2021, pemerintah mengatur pengurangan luas izin kehutanan jika tumpang tindih dengan izin perkebunan yang berstatus strategis.

Baca Juga: Cabut Izin 4 Perusahaan Sawit, Bupati Sorong Malah Digugat

“Seharusnya hutannya yang dipulihkan, bukan dikurangi,” kata dia.

Keistimewaan lainnya yang diperoleh PSN termaktub dalam Pasal 10 PP No 43 Tahun 2021. Pasal ini membolehkan proses perizinan dan konsesi PSN dapat dilanjutkan meski masih ada persoalan kesesuaian rencana tata ruang wilayah kabupaten dan provinsi belum selesai.

Hariadi turut mempersoalkan kebijakan pemerintah yang membangun kawasan food estate di atas hutan lindung dengan dalih kawasan itu telah rusak.

Menurut dia, penetapan suatu kawasan menjadi ‘hutan lindung’ tak hanya berdasarkan jumlah maupun keragaman vegetasi, tapi juga tingkat kemiringan, jenis tanah, dan curah hujan. Karena itu, pemulihan hutan lindung harus dilakukan secara menyeluruh, tak hanya penanaman kembali.

Proyek-proyek yang digolongkan strategis, Hariadi berujar, juga terlalu berat sebelah ke aspek perekonomian. Semestinya, penentuan status suatu proyek juga mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

“Masa pertambangan dan kebun sawit bisa masuk ke sana? Kok itu semua jadi strategis? Seperti tidak ada kajian, yang ada negosiasi saja,” imbuh Hariadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI