Suara.com - Proyek Strategis Nasional (PSN) yang digagas oleh pemerintah dan dijalankan oleh banyak perusahaan di berbagai daerah, meninggalkan banyak jejak permasalahan.
Sejumlah masyarakat adat merasa wilayah adatnya diambil paksa dengan uang pengganti yang jauh dari kata pantas, hutan dan sumber daya alam yang rusak, hingga konflik antar warga yang tak terelakkan.
Salah satu konflik antar warga diceritakan oleh Vincen Kwipalo, seorang warga di Kampung Blandin Kakayu, Distrik Jagebob, Merauke, Papua Selatan, sekaligus ketua Marga Kwipalo dari Suku Yei.
Vincen menolak dengan tegas menjual lahannya ke perusahaan tebu di bawah Proyek Strategis Nasional. Akibatnya, dia kerap didatangi sejumlah warga dari marga lain sesama Suku Yei yang sudah bersepakat menjual lahannya.
Marga Kwipalo dianggap sebagai penghalang lancarnya urusan transaksi jual beli lahan antara perusahaan dan marga lain yang sudah menerima kesepakatan.
Sementara warga Merauke lainnya, Yacobus, mempunyai kisah yang hampir mirip dengan Vincen. Awalnya dia menolak kesepakatan dengan perusahaan untuk menjual wilayah adatnya. Namun karena tekanan serta ancaman berbau mistis, akhirnya Yakobus terpaksa menjual sebagian lahannya dengan harga Rp300.000 per hektare.