Peneliti AS: NU Prakarsai Reformasi Citra Islam di Dunia

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 07 Oktober 2021 | 06:15 WIB
Peneliti AS: NU Prakarsai Reformasi Citra Islam di Dunia
Logo Nahdlatul Ulama

Suara.com - Ahmet T. Kuru dari San Diego State University di Amerika Serikat melihat NU memprakarsai reformasi citra Islam yang humanis di dunia. Berikut ulasan Kuru:

Setelah kembali berkuasa di Afghanistan, Taliban kembali memaksakan ideologi agama mereka, dengan pembatasan hak-hak perempuan dan tindakan represif lainnya. Mereka menampilkan kepada dunia citra Islam yang intoleran dan bertentangan dengan perubahan sosial.

Namun, Islam memang memiliki banyak interpretasi. Nahdlatul Ulama (NU) - yang merupakan organisasi Islam terbesar, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia, dengan sekitar 90 juta anggota dan pengikutnya - telah menekankan penafsiran tentang kemanusiaan, dengan fokus pada rahmah.

Dalam hal keanggotaan, NU jauh melampaui Taliban, namun wajah Islam ini belum cukup dikenal di panggung internasional.

NU didirikan pada 1926 sebagai reaksi pada penaklukan Saudi atas Mekah dan Madinah dengan ide-ide Wahhabi mereka. NU mengikuti aliran Islam Sunni, sambil memeluk spiritualitas Islam dan menerima tradisi budaya Indonesia.

Pada 2014, NU merespon kebangkitan kelompok Negara Islam (Islamic State atau IS) dan ideologi radikalnya dengan memprakarsai reformasi Islam yang disebut humanisme Islam.

Untuk mendorong reformasi ini, Katib Am Syuriah Pengurus Besar NU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahyatelah mengunjungi beberapa negara dan bertemu dengan para pemimpin agama, akademikus, dan politikus. Saya bertemu dengan Gus Yahya saat ia berkunjung ke Washington DC, Amerika Serikat, Juli lalu.

Tahun lalu, buku saya berjudul Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan terbit dan diulas oleh cendekiawan terkemuka, seperti Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Muhammadiyah. Sejak itu saya fokus mempelajari Islam di Indonesia, khususnya Islam humanis yang diprakarsai NU.

Apa isi dari gerakan perubahan ini? Apakah ada hasil praktisnya?

Baca Juga: Kiai Sepuh Jatim Dorong Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama Digelar Tahun Ini

Khilafah, hukum Islam, dan non-Muslim

Selama tujuh tahun terakhir, Gus Yahya telah menyelenggarakan beberapa pertemuan ulama NU. Pertemuan-pertemuan ini menghasilkan deklarasi publik untuk mereformasi pemikiran Islam pada isu-isu kontroversial, termasuk gagasan khilafah, status hukum Islam, dan hubungan Muslim dengan non-Muslim.

Pertama-tama, deklarasi NU menolak gagasan khilafah global atau kepemimpinan politik yang menyatukan seluruh umat Islam. Konsep khilafah telah diterima baik oleh cendikiawan Islam arus utama - seperti kelompok Al-Azhar di Mesir - dan juga oleh kelompok radikal seperti kelompok IS dan al-Qaeda.

Selain itu, deklarasi NU menekankan legitimasi sistem konstitusional dan hukum negara modern, dan dengan demikian menolak gagasan bahwa mendirikan negara berdasarkan hukum Islam adalah kewajiban agama.

Deklarasi ini juga menekankan pentingnya kewarganegaraan yang setara dengan menolak pembedaan antara Muslim dan non-Muslim dalam hukum.

Mereka menyerukan kerja sama yang lebih dalam di antara umat Islam, Kristen, dan pengikut agama lain untuk mempromosikan perdamaian dunia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI