Juga tidak diketahui apakah Homo naledi berkelana jauh melampaui sistem gua Bintang Baru, kompleks lorong dan ruang sepanjang 1,2 mil (2 kilometer) yang terletak di dekat Johannesburg, Afrika Selatan.
Hominin ini mungkin merupakan kelompok kecil yang bercabang dari pohon keluarga manusia atau mereka mungkin tersebar luas di sebagian besar Afrika.
Penemuan tengkorak anak Homo naledi pertama sangat penting karena dapat memberi tahu kita hal-hal baru tentang spesies ini, termasuk tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Antropolog Juliet Brophy dari Louisiana State University, salah satu penulis kedua studi tersebut, mengatakan penting untuk mempelajari nenek moyang kita dan tingkat kedewasaan mereka karena hal itu menunjukkan sejumlah perubahan anatomi dan perilaku.
Masalahnya, kita tidak benar-benar tahu banyak tentang hal ini.
"Kami punya ide kasar," Brophy menjelaskan. “Kita tahu lajunya tidak secepat simpanse dan tidak selambat manusia modern. Dengan sedikitnya jumlah non-dewasa dalam catatan fosil, sangat sulit untuk direkonstruksi,” katanya.
![Leti, tengkorak anak manusia purba. [University of the Witwatersrand, Johannesburg]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/11/05/43383-leti-tengkorak-anak-manusia-purba.jpg)
Data langka yang dikumpulkan dalam sistem gua Bintang Baru dan sekarang sebagian tengkorak anak Homo naledi, dapat memungkinkan rekonstruksi berbagai tahap kehidupan mereka.
Para ilmuwan menemukan fosil tersebut pada 2017, dan mereka menamakannya “Leti”, yang merupakan kependekan dari Letimela—kata Setswana untuk “yang hilang.”
Penyebab kematian tidak dapat ditentukan, karena tidak ada tanda-tanda cedera atau penyakit yang ditemukan pada fragmen tengkorak atau gigi.
Baca Juga: Dari Mojokerto Hingga Flores, Ini Jenis-jenis Manusia Purba di Indonesia
Leti mungkin berusia antara empat dan enam tahun ketika mereka meninggal, tetapi perkiraan ini mengasumsikan pola pertumbuhan gigi yang konsisten dengan manusia modern.