Namun, tanpa ancaman yang nyata, kebijakan dan kelembagaan riset dan pengembangan akan berujung pada salah kelola dan misalokasi sumberdaya.
Sebetulnya, ancaman eksternal akibat pandemi COVID-19 dapat menjadi dorongan yang cukup kuat karena adanya kelangkaan obat-obatan, vaksin, dan peralatan kesehatan yang sangat bergantung pada produk impor.
Masalahnya, apakah kita bisa mengkapitalisasi pandemi ini menjadi ketidakamanan kreatif? Apakah ketika pandemi ini berlalu, intensitas ketidakamanan kreatif tersebut menurun dan bahkan melemah?
Dalam jangka menengah, defisit neraca pembayaran karena ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap impor barang (obat-obatan, vaksin, biosimilar, energi, alat transportasi dan alusista) dan impor jasa (pendidikan tinggi, kesehatan, keuangan dan logistik) dapat ditransformasikan menjadi ancaman eksternal dan ketidakamanan kreatif untuk mendapatkan dukungan politik. Sehingga, pada gilirannya, hal tersebut akan meningkatkan motivasi untuk melakukan inovasi di bidang-bidang tersebut.
Untuk jangka panjang, pemerintah perlu merefleksikan ancaman nyata yang akan dihadapi Indonesia seperti kelangkaan energi, dampak perubahan iklim, lenyapnya bonus demografi, ancaman penyakit, dan pandemi.
Ke arah inilah setidaknya dukungan politik dan kepemimpinan diperlukan untuk meningkatkan inovasi di Indonesia.