Suara.com - Era metaverse mulai diperkenalkan dan segera masuk masa komersial dalam hitungan tahun ke depan.
Keduanya membutuhkan dukungan akses internet yang berkuaitas prima dari para penyedia (provider) layanan.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyampaikan, varian Omicron memaksa kita untuk kembali memanfaatkan layanan digital dalam menjalani beragaman kegiatan.
Bukan hanya sekadar sebagai dampak pandemi, tren perkembangan kebutuhan dan pemanfaatan digital sudah jadi kebutuhan sehari-hari.
Bahkan, terus meningkat, seperti e-commerce, video conference, video on demand, video streaming, teledoctor, dan lainnya.
Kita sudah mulai dihadapkan dengan era metaverse, yang membuat semua hal menjadi serba virtual dengan memanfaatkan realitas virtual (virtual reality) dan realitas tertambah (augmented reality).

“Berbicara soal layanan digital, semua tak ada artinya tanpa dukungan infrastruktur digital, yaitu jaringan dan layanan internet yang memungkinkan semua aktivitas digital kita dapat dijalankan,” ujar Heru melalui keterangan resminya, Jumat (11/3/2022).
Menurutnya, internet menunjukkan jati dirinya sebagai pendorong transformasi digital dan lokomotif pertumbuhan ekonomi digital.
Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang meluas dan tren pemanfaatan internet ke arah metaverse, kebutuhan internet berkualitas juga meningkat.
Baca Juga: Bahaya, Peneliti Sebut 43% Bisnis Tidak Melindungi Rangkaian IoT Mereka
Ditambahkannya, secara umum, berapa kecepatan unduh (download) dan unggah (upload) yang ditawarkan penyedia layanan internet, menjadi parameter yang akan jadi perhatian di awal ketika kita memilih penyedia layanan internet.
Apalagi, akses berbagai layanan video, termasuk menggunakan aplikasi meeting, kecepatan upload dan download yang tidak memadai, membuat film yang ditonton maupun meeting menjadi tidak nyaman.
Persoalan sering kali muncul karena yang ditawarkan provider internet tidak sama dengan yang pengguna rasakan.
“Ini diistilahkan dengan throughput performance. Lewat parameter ini dapat diketahui penyedia internet mana yang menawarkan layanan sesuai fakta dan mana yang sekadar alat berjualan, atau gimmick ke pelanggan saja,” yakinnya.
Riset Enciety
Heru pun memaparkan laporan riset Enciety Business Consult terkait quality of service (QoS) provider fixed broadband melalui direct observation (DO) di delapan kota di Indonesia, yakni Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar yang dirilis Februari lalu.