Ramai Dikritik, Menkominfo Akui Jokowi Belum Terima Draf RUU Penyiaran

Dicky Prastya Suara.Com
Minggu, 26 Mei 2024 | 16:14 WIB
Ramai Dikritik, Menkominfo Akui Jokowi Belum Terima Draf RUU Penyiaran
Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/5/2024). (tangkap layar)

Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan kalau Presiden Joko Widodo alias Jokowi belum menerima secara resmi draf revisi Undang-Undang Penyiaran.

Ia menyebut kalau baik Kementerian Kominfo maupun Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) belum menerima draf resmi RUU Penyiaran. Maka dari itu ia ogah mengomentari regulasi kontroversial tersebut.

"UU Penyiaran itu hingga saat ini draf resminya belum diterima oleh pemerintah, baik di Menkominfo maupun Setneg. Jadi kami mengomentari sesuatu yang secara langsung belum diterima oleh kami," katanya dalam konferensi pers yang digelar virtual di YouTube Kominfo, dikutip Minggu (26/5/2024).

Kendati begitu Menkominfo menjamin soal kemerdekaan pers maupun kebebasan berpendapat masyarakat.

"Pemerintah menjamin kemerdekaan pers dan kebebasan masyarakat untuk berbicara," lanjut dia.

Budi Arie kembali menegaskan kalau Pemerintah masih belum menerima draf resmi RUU Penyiaran. Selama ini usulan itu baru ia terima dari sebaran di WhatsApp.

"Barangnya belum resmi, enggak ada di meja kami draf resmi, yang kami dapat versi WA. Simpang siur. Kecuali draf resmi, baru Pemerintah menyatakan sikap," jelasnya.

Dewan Pers tolak RUU Penyiaran

Dewan Pers bersama seluruh organisasi pers nasional tegaskan menolak draf Revisi UU Penyiaran yang saat ini sedang digodok di Baleg DPR RI.

Baca Juga: Foto Pejabat Bareng Elon Musk Viral Dikritik, Budi Arie: Beliau Jenius, Bukan Pengusaha Biasa

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan kalau draf RUU Penyiaran ini tidak sesuai dengan hak konstitusional warga negara yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD 1945.

"Terhadap draf RUU Penyiaran versi Oktober 2023, Dewan Pers dan konstituen menolak, sebagai draf yang mencerminkan pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan informasi sebagaimana yang dijamin dalam UUD 45," kata Ninik dalam konferensi yang digelar secara virtual, Selasa (14/5/2024).

Ninik mengakui ada beberapa alasan soal penolakan draf RUU Penyiaran ini. Pertama dalam konteks Politik-Hukum, regulasi tersebut tidak memasukkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Tidak dimasukkannya UU 40 Tahun 99 dalam konsideran di dalam RUU ini mencerminkan bahwa tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran, termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform," beber dia.

Alasan kedua, lanjut Ninik, RUU Penyiaran ini menjadi salah satu alasan pers Indonesia tidak merdeka, tidak independen, dan tidak melahirkan karya jurnalistik berkualitas.

Ninik berpandangan kalau apabila perubahan ini diteruskan, sebagian aturan dalam RUU Penyiaran itu menyebabkan media menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak prostitusional, dan pers yang tidak independen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI