Suara.com - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid buka suara soal kebijakan transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat yang diumumkan Gedung Putih dalam Joint Statement on Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade.
Ia menegaskan kalau kebijakan tersebut bukanlah penyerahan data pribadi warga RI ke Pemerintahan Donald Trump, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara.
"Kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce," kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Ia menyebut kalau prinsip utama dari kebijakan transfer data pribadi RI ke AS itu menjunjung tata kelola yang baik, perlindungan hak individu, hingga kedaulatan hukum nasional.
"Mengutip pernyataan Gedung Putih bahwa hal ini dilakukan dengan kondisi ‘… adequate data protection under Indonesia’s law.’," terang dia.
Meutya mengklaim kalau Pemindahan data pribadi lintas negara diperbolehkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum.
Dia mencontohkan berbagai aktivitas pemindahan data yang sah mulai dari penggunaan mesin pencari seperti Google dan Bing, penyimpanan data melalui layanan cloud computing, komunikasi digital melalui platform media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram, pemrosesan transaksi melalui platform e-commerce, serta keperluan riset dan inovasi digital.
Menurutnya, pengaliran data antar negara tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia dengan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan ketentuan hukum nasional.
Adapun landasan hukum ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, serta sebelumnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Keduanya secara eksplisit mengatur mekanisme dan prasyarat pengiriman data pribadi ke luar yurisdiksi Indonesia.
Baca Juga: Transfer Data Indonesia - AS : Pemerintah Sebut Bukan Data Pribadi dan Strategis
Meutya turut memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan. Sebaliknya, seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara.
"Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global, namun tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya," beber dia.
Meutya pun menjelaskan kalau pengaliran data antar negara merupakan praktik global yang lazim diterapkan, terutama dalam konteks tata kelola data digital.
Misalnya, negara-negara anggota G7 seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya telah lama mengadopsi mekanisme transfer data lintas batas secara aman dan andal.
"Transfer data pribadi lintas negara pada prinsipnya di masa depan adalah keniscayaan. Indonesia mengambil posisi sejajar dalam praktik tersebut, dengan tetap menempatkan pelindungan hukum nasional sebagai fondasi utama," imbuhnya.
Lebih lanjut dirinya juga mengutip pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto kalau negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump masih berlangsung.