Suara.com - Satire seruan pengibaran bendera bajak laut Jolly Roger dalam animasi bajak laut One Piece di perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI) makin gencar di media sosial. Namun, terlepas dari seruan tersebut, bendera One Piece ini bisa menjadi koleksi bagi anda pecinta Anime atau yang ingin sekedar memiliki bendera unik ini.
Sebelum seruan-seruan yang viral, bendera bajak laut Monkey D Luffy (bajak laut topi jerami) memang sudah memiliki banyak fans di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sehingga, jika Anda ingin mencetaknya sendiri. Bisa melalui link di bawah ini:
LINK ALTERNATIF:
1. https://id.pinterest.com/pin/744853225850798963/
2. https://id.pinterest.com/pin/144044888075994206/
3. https://id.pinterest.com/pin/446278644348040678/
4. https://id.pinterest.com/pin/5207355813314920/
5. https://id.pinterest.com/pin/30328997485203209/
Baca Juga: Beda Sikap Soal Bendera One Piece: Ketua MPR Bilang Kreatif, Istana: Merah Putih Bukan Pilihan!
Sikap Negara terhadap Pengibaran Bendera One Piece
Seruan pengibaran bendera One Piece sebagai wujud protes kepada negara pun menuai reaksi pihak istana. Di tengah euforia para penggemar anime menyambut perayaan kemerdekaan, sebuah pernyataan keras datang dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai. Ia menegaskan bahwa negara berhak penuh untuk melarang pengibaran bendera fiksi dari anime One Piece jika disejajarkan dengan bendera Merah Putih saat momen peringatan Proklamasi.
Menurut Pigai, tindakan tersebut bukan sekadar ekspresi penggemar, melainkan sebuah pelanggaran hukum serius yang berpotensi dianggap sebagai bentuk makar. "Pelarangan pengibaran bendera tersebut adalah upaya penting menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara," ujar Pigai dalam keterangannya di Jakarta, dilansir Antara, Minggu (3/8/2025).
Pigai menjelaskan bahwa sikap tegas negara ini bukan tanpa dasar. Ia menyebut pelarangan tersebut sejalan dengan aturan hukum internasional, khususnya Kovenan PBB tentang Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Menurutnya, UU tersebut memberikan ruang bagi negara untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi menjaga keamanan dan stabilitas nasional.
Dengan landasan itu, ia yakin keputusan pelarangan ini akan mendapat dukungan dari komunitas internasional. “Langkah ini menunjukkan bagaimana hukum nasional dan internasional saling bersinergi dalam menjaga stabilitas negara,” lanjutnya.
Menjawab kekhawatiran bahwa ini adalah bentuk pembatasan kebebasan berekspresi, Pigai dengan tegas menampiknya. Ia berdalih bahwa ada kepentingan nasional yang lebih besar yang harus diutamakan. Menurutnya, tidak semua bentuk ekspresi bisa dibiarkan bebas tanpa batas, terutama jika menyangkut simbol-simbol negara.