Suara.com - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengambil sikap yang sangat tegas. Menurutnya, urusan bendera negara bukanlah hal yang bisa dijadikan pilihan atau bahan kreativitas.
"Begini. Mau suka atau tidak suka sama pemerintah itu hak, keduanya pilihan yang sah di republik ini. Tapi bendera Merah Putih bukan pilihan, dia keniscayaan," kata Hasan di Tangerang Selatan, Senin (4/8/2025).
Ia menandaskan bahwa tidak ada bendera lain yang boleh menggantikan Merah Putih dalam konteks perayaan kemerdekaan.
"Bendera Merah Putih tidak boleh diganti dengan yang lain," ujarnya.
Meski begitu, Hasan mengaku secara pribadi belum pernah melihat pengibaran bendera One Piece tersebut di jalanan.
"Saya belum pernah lihat. Sepanjang jalan saya tiap hari jalan gak pernah lihat," katanya.
Ketua MPR: Itu Ekspresi Kreativitas
Berbeda dengan Istana, Ketua MPR RI Ahmad Muzani justru melihat fenomena ini dari sudut pandang yang lebih luwes. Ia meyakini, di balik aksi tersebut, semangat nasionalisme para pengibarnya tidak luntur.
"Itu ekspresi kreativitas, ekspresi inovasi, dan pasti hatinya adalah merah putih, semangatnya merah putih," kata Muzani kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Minggu (3/8/2025).
Baca Juga: Melawan Arus, Baskara Putra dan Warganet Lantang Suarakan Protes Sweeping Bendera One Piece
Politisi Partai Gerindra ini enggan mempersoalkan lebih jauh dan percaya bahwa masyarakat tetap bersyukur atas kemerdekaan Indonesia. Namun, ia tetap berpesan agar masyarakat tetap mengibarkan Bendera Merah Putih sebagai simbol utama.
"Sebagai bentuk kesyukuran, kami berharap seluruh rakyat Indonesia merenungi apa yang sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa dengan cara mengibarkan Bendera Merah Putih," pesan Muzani.
Sebelumnya, sejumlah video di media sosial menjadi viral karena menampilkan bendera Jolly Roger milik kelompok 'Bajak Laut Topi Jerami' dari serial anime One Piece. Bendera hitam bergambar tengkorak bertopi jerami itu dikibarkan berdampingan dengan Bendera Merah Putih di berbagai daerah, termasuk di Grobogan, Jawa Tengah.
Fenomena ini memicu perdebatan luas di kalangan warganet, antara yang menganggapnya sebagai lelucon kreatif dan yang mempertanyakan kepantasannya, hingga akhirnya menuai respons yang berbeda dari para pejabat tinggi negara.