-
Roy Suryo menuding ijazah SMA Gibran palsu dan mengklaim telah menemukan bukti.
-
Prof. Sulfikar Amir menilai pendidikan Gibran hanya setara SMP plus kelas 1 SMA berdasarkan sistem Singapura.
-
Polemik keaslian ijazah Gibran memunculkan dugaan pelanggaran syarat capres-cawapres yang wajib lulusan SMA atau sederajat.
Suara.com - Polemik ijazah Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka kembali menyeruak dalam beberapa minggu terakhir. Salah satu tokoh yang bersuara keras meragukan ijazah Gibran adalah Roy Suryo.
Pakar telematika sekaligus mantan Menpora RI tersebut meyakini bila Gibran tak pernah lulus SMA.
Itu hampir mirip dengan analisa dari Prof. Sulfikar Amir, pengajar Nanyang Technological University (NTU).
Melalui kanal YouTube 'Abraham Samad SPEAK UP', profesor kampus Singapura tersebut berpendapat bahwa ijazah Gibran hanya setara SMP plus kelas 1 SMA, bukan SMA penuh.
Di sisi lain, Roy Suryo sangat yakin jika ijazah Gibran palsu dan sangat diragukan keasliannya.

"99,99 persen Gibran tidak punya ijazah SMA. Barusan saya dari Gedung KPU. Saya dan tim berhasil mendapat salinan ijazah palsunya keluarga Jokowi. Segera kami analisis dan kalau itu sama seperti yang kami teliti, maka kami tidak bisa dipidana. Ijazah itu palsu. Kami uji ELA (Error Level Analysis)," ucap Roy Suryo ketika berorasi di depan massa Gerakan Lintas Aliansi Adili Koruptor (Gladiator) pada awal Oktober 2025.
Dalam laman resmi KPU, Gibran disebut menempuh SMA di Orchid Park Secondary School Singapore 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney 2004-2007.
Roy Suryo pernah mengungkap keraguan tentang pendidikan Gibran saat hadir di kanal YouTube Refly Harun pada Senin (06/01/2025).
Ia menyinggung aturan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 yang menyebut bila seorang capres atau cawapres, harus ada ijazah SMA, SMK, atau sederajat.
Baca Juga: Calon PM Jepang Ucap Slogan 'Kerja Kerja Kerja', Kini Dituntut Minta Maaf
Menurutnya, Gibran dapat dimakzulkan karena ijazahnya diragukan, bahkan dicurigai palsu.
"Dia dulu ngaku sekolah dua tahun di SMA Santo Yoseph Solo. Kemudian dua tahun, ayahnya kan Wali Kota Solo, masih powerful, kenapa nggak diselesaikan? Dia langsung pindah ke Singapura. Dan dia meneruskan sekolah di Singapura itu 3 tahun. Jadi kalau ditotal SMA-nya berapa tahun tuh. Itu harusnya kita curigai. Itu berarti dia belum tentu lulus SMA. Tapi kemudian dia tiba-tiba masuk universitas yang cukup hebat, University of Bredford. Ternyata MDIS di Singapura itu sudah tidak lagi kerja sama dengan Bredford. Kemudian dia seolah-olah lari ke Australia, ke UTS (University of Technology Sydney). Dia di sana setahun. Itu ada di website-nya Pemkot Surakarta loh, S2 di UTS. Padahal dia setahun di sana cuma matrikulasi," ungkap Roy Suryo.
Perkataan 'belum tentu lulus SMA' hampir mirip dengan analisa profesor kampus top Singapura, Sulfikar Amir.
Analisa Sulfikar Amir
Menurut pemaparan dari Prof. Sulfikar Amir, PhD., sistem pendidikan di Singapura mengadopsi kurikulum Inggris, dimulai dengan 6 tahun primary school (setara SD) dilanjutkan dengan 4 tahun secondary school.
Setelah itu, murid akan mengikuti ujian O-Level yang hasilnya menentukan dua jalur: Junior College (A-Level) yang setara SMA dan merupakan jalur utama menuju universitas (seperti NTU), atau Politeknik yang berorientasi pada keterampilan kerja.