Inilah Potret Eksploitasi Blok Mahakam

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 03 Januari 2018 | 14:19 WIB
Inilah Potret Eksploitasi Blok Mahakam
Wilayah kerja Blok Mahakam di Kalimantan Timur. [Antara/Akbar Nugroho]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pada 1991, TEPI memeroleh perpanjangan kontrak selama 20 tahun sampai 30 Maret 2017. Kontrak Mahakam mengalami tambahan waktu selama sembilan bulan hingga 31 Desember 2017. Penambahan ini disebabkan karena kontrak penjualan LNG diperpanjang hingga 31 Desember 2017.

Sebelum WK Mahakam berakhir, Mitra Kontrak Kerja sama WK Mahakam telah menyelesaikan seluruh komitmen finansial mulai dari bonus tanda tangan sampai dengan pencadangan dana abandonment and site restoration (ASR).

TEPI juga telah mengembalikan data geologi dan geofisika (G&G), serta data non G&G secara bertahap dari 2015 sampai 2017. Selain itu, TEPI telah berkomitmen untuk menyelesaikan hak dan kewajiban yang belum dapat diselesaikan pada akhir kontrak.

Namun, hal tersebut tetap menjadi perhatian dari berbagai pihak, salah satunya dari pengamat energi Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman.

Menurut Yusri Usman, proses terminasi kontrak blok migas bukanlah hal baru. Ini merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 dan Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 adalah ketentuan berakhirnya kontrak PSC blok migas. Contohnya seperti blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) tahun 2002 dan blok Siak 2013 dari Chevron Riau serta Blok NSO dan Blok B dari Exxon Mobil Aceh tahun 2015.

"Kementerian ESDM telah memberikan hak 100 persen sahamnya kepada Pertamina pada tahun 2015 , kemudian oleh Elia Masa Manik (Direktur Utama PT Pertamina) dengan mekanisme "b to b" mengubah kebijakan 'share down' saham Pertamina dari 30 persen akhirnya menjadi 39 persen itulah Pertamina 'zaman now'," katanya Ia berpendapat kebijakan Pertamina ini pantaslah dicurigai oleh publik bahwa ada kepentingan lain dan tentu model pengelolaan energi seperti ini dalam perspektif ketahanan energi nasional tidak akan ditemukan di berbagai negara lain, hanya dilakukan Pertamina.

Penilaian ini didasari bahwa saat Indonesia sudah krisis energi, karena volume impor minyak jauh lebih besar dari volume minyak yang dihasilkan oleh Pertamina ditambah minyak dan gas bagian negara di KKKS. Selain itu,untuk memenuhi kebutuhan kilangnya sendiri Pertamina lebih mudah dan murah membeli minyak mentah dari negara di Timur Tengah dan Afrika Barat daripada membeli minyak milik bagian perusahaan asing KKKS dari hasil di perut bumi Indonesia.

"Sangat keliru kalau ada yang mengatakan perusahaan Prancis 'menangis'. Sesungguhnya kalau kita mau jujur dengan akal sehat dan hati nurani, malah pendiri bangsa kita yang menangis melihat kebijakan yang dibuat oleh direksi Pertamina masih memberikan peluang besar kepada perusahaan asing di saat cadangan migas kita boleh dikatakan sudah kritis. Bahkan bisa dikatakan inilah kutukan untuk bangsa kita yang salah mengelola sumber daya alamnya," kata Yusman.

Ia mencontohkan bahwa kebijakan tersebut adalah lebih ingin membagi risiko potensi kegagalan dan butuh banyak dana segar bisa jadi karena pemerintah sering menahan dana subsidi BBM yang sudah mencapai Rp50 triliun dengan alasan perlu verifikasi dulu seperti dikemukakan oleh Menteri keuangan Sri Mulyani.

Baca Juga: Kebijakan Share Down Saham Pertamina di Blok Mahakam Dikritik

Di sisi lain perlu diketahui blok Mahakam adalah blok produksi dengan ribuan lubang sumur, sehingga data sumur yang lengkap itu digabungkan dengan data data seismik telah memberikan gambaran lebih detail bentuk geometri tiga dimensi karakteristik reservoir beserta besaran volume kandungan hidrokarbonnya lebih akurat berupa minyak, gas dan kondensat, sehingga risiko kegagalannya sangat minimal sepanjang tidak ada gangguan struktur akibat tektonik yang bisa menyebabkan kandungan hidrokarbon itu migrasi, dan kawasan Kalimantan sangat relatif aman dari pengaruh teknonik.

Mengingat pengalaman Pertamina mengelola di berbagai blok migas cukup berhasil, kemudian 97 persen sumber daya manusia yang selama ini aktif mengembangkan blok Mahakam bersama Total Indonesia sudah berkomitmen bergabung dibawah Pertamina Hulu Mahakam, maka alasan ancaman turunnya produksi setelah dikelola oleh Pertamina adalah alasan yang terlalu prematur. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI