Suara.com - Empat tahun sudah Jokowi dan Jusuf Kalla memimpin Indonesia. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika membagikan konten berisi capaian kerja pemerintah Jokowi - Jusuf Kalla melalui akun Twitternya @AhmadErani.
Capaian kerja tertuang dalam laman presidenri.go.id dan disebarkan Erani pada Sabtu (20/10/2018). Pertama, menjaga stabilitas makroekonomi untuk memperbaiki kualitas pembangunan seperti kemiskinan, pengangguran, inflasi, investasi, dan lain-lain.
Kedua, mengarusutamakan agenda keadilan ekonomi yang sebelum ini rumit untuk dieksekusi untuk mengurangi ketimpangan.
“Ketiga, mempersiapkan dasar-dasar pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, keempat, membangun kemandirian ekonomi yang tertunda begitu lama, dan kelima, memperkuat tata kelola pembangunan untuk memastikan efisiensi dan efektivitas dapat dipenuhi,” kata Erani melalui akun twitternya.
Keempat, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Kelima, pengelola pembangunan, terutama dari sisi fiskalnya.
Dari kelima itu, Erani lebih menyoroti hal yang belum banyak disinggung, yakni Indonesia dalam empat tahun terakhir ini masuk dalam zona stabilisasi harga yang standarnya itu sudah seperti negara maju.
Erani mengatakan, meski terdapat turbulensi ekonomi, namun dengan mitigasi kebijakan yang memadai pada 2016 terjadi titik balik ketika pertumbuhan ekonomi naik menjadi 5,03 persen.
“Pada tahun itu kutukan pertumbuhan ekonomi yang makin menurun bisa dihentikan sejak 2011. Berikutnya, pada 2017 naik tipis menjadi 5,07 persen dan diproyeksikan pada 2018 ini pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut ia merinci, hal itu ditopang dari inflasi yang bisa dipertahankan di bawah 4 persen. Layaknya negara di Eropa, inflasi tidak pernah nyaris di atas 5 persen.
Ia berpendapat, angka inflasi yang mengalami penurunan merupakan wujud berhasilnya pemerintahan Jokowi dalam menghadapi harga pangan dan membangun rantai pasok yang efisien.
Dengan inflasi yang rendah, maka masyarakat diuntungkan karena pendapatannya tidak akan tergerus dengan harga yang meningkat.
“Ini sejarah baru di mana pemerintah bisa mengelola stablitas harga yang selama ini sulit dilakukan,” tututnya.
Menurut Erani, keadaan saat ini jauh berbeda di empat tahun sebelumnya yang angka inflasinya bisa mencapai 8 persen.
“Tanpa kita sadari, kita menuju pada situasi di mana negara ini berhasil menata ekonominya," tutur Erani.
Erani juga mencatat, pemerataan ekonomi juga sudah dilakukan pemerintah lewat pembangunan infrastruktur. Hal itu dilihat dari 223 proyek strategis nasional (PSN) yang terletak di seluruh Indonesia.
Yakni sebanyak 53 proyek (Rp 545,8 triliun) di Sumatera, 89 proyek (Rp 995,9 triliun), Sulawesi 27 proyek (Rp 308,3 triliun), Kalimantan 17 proyek (Rp 481 triliun), Bali dan Nusa Tenggara 13 proyek (Rp 9,4 triliun), Maluku dan Papua 12 proyek (Rp 464 triliun), dan 12 proyek dan tiga program nasional (Rp 1.345,7 triliun).
Pembangunan infrastruktur saat ini memiliki efek sampai 30-40 tahun ke depan. Jadi, sampai periode itulah pertumbuhan dapat disangga, sehingga pemerintah tak hanya berpikir dalam jangka pendek/menengah, namun memikirkan kepentingan jangka panjang.
“Ini bakal menjadi standar kerja suatu pemerintahan. Di luar itu, pembangunan infrastruktur dikerjakan secara eksesif pula di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT) dan perdesaan. Implikasinya, infrastruktur tidak cuma menafkahi kebutuhan pertumbuhan, namun juga menyantuni mandat pemerataan (keadilan ekonomi),” ujarnya.