Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) secara aktif melakukan upaya modernisasi pertanian dengan pengembangan teknologi pertanian, mulai dari perbenihan, cara tanam, perhitungan pola tanam berbasis IT, hingga mekanisasi. Pertanaman dan panen komoditas utama seperti padi dan jagung secara khusus dikembangkan pemanfaatan mekanisasi dengan alat mesin pertanian (alsintan) modern.
Selama 4,5 tahun terakhir, pemerintah telah melaksanakan pengadaan alsintan dalam jumlah besar dan menggunakan alokasi anggaran yang besar pula. Kementan sebagai kementerian yang telah mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak 3 tahun berturut-turut, terbukti berhasil mengelola pengadaannya dengan baik.
"Kami sadar anggaran yang dipergunakan sangat besar, untuk itu kami memastikan sistem yang digunakan pun akuntabel dan efisien terhadap keuangan negara. Kami juga terus menjaga integritas petugas yang menangani ini,” ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Jakarta (30/6/2019).
Amran mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengamanahkan agar anggaran kementerian dikelola dengan baik dan mengedepankan efisiensi.
Untuk meningkatkan efisiensi, Kementan telah menggunakan e-catalog, yaitu layanan pengelolaan memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa berbasis teknologi informasi dan teknologi (TIK).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Sarwo Edhy memyampaikan e-catalog merupakan bentuk komitmen Kementan dalam melakukan digitalisasi pengadaan.
“Jadi pembelian apapun langsung ke pabrik, harga murah, dan datang tepat waktu. Semuanya karena e-catalog. Dengan cara ini harga juga turun, kemudian saya akumulasi pertahun penghematan anggaran sangat drastis,” ungkap Edhy.
Edhy juga menyampaikan bahwa pengadaan barang dan jasa untuk alsintan pra panen dan pasca panen 4 tahun terakhir melalui e-catalog telah menghemat anggaran negara hingga Rp 1,2 triliun.
Penghematan terhadap pengadaan alsintan pra panen yaitu traktor roda 2, traktor roda 4 sebesar dan rice transplanter sebesar Rp 1.096 triliun rupiah. Penghematan pengadaan alsintan pasca panen yaitu combine harvester sebesar Rp 120 miliar rupiah.
Baca Juga: Waspada Perubahan Iklim, Kementan Gelar Training Untuk Petani
Sebagai gambaran pemanfaatan e-katalog untuk alsintan pertanian, sebelum menggunakan e-katalog untuk traktor roda dua per unitnya harganya Rp 26 juta, tahun 2015, setelah e-katalog harga menjadi Rp 23 juta pada tahun 2016. begitupula dengan traktor roda empat (35-50hp) di tahun 2015 tanpa e-katalog Rp. 367 juta- menjadi Rp. 326 juta. Penghematan juga terjadi pada pengadaan rice transplanter dan combine harvester.
“Harga rice transplanter sebelum implementasi e-catalog senilai Rp 76 juta, sementara pada saat pemberlakuan e-catalog tahun 2015, harganya menjadi lebih murah yaitu senilai Rp 63 juta. Begitu pun untuk combine harvester besar, dari Rp 380 juta menjadi Rp 337 juta,” papar Edhy.
Dalam proses e-catalog, diungkap Edhy, terjadi negosiasi harga yang terekam jelas secara elektronik dan transparansi serta akuntabel. Semua pihak dapat mengawasi pengadaan dengan sistem e-katalog, karena sistem tersebut melalui Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP).
Langkah untuk mendigitalkan layanan penyediaan alsintan sepertinya menjadi salah satu jalan yang paling pas untuk dipilih oleh Kementerian Pertanian. Walaupun belum semua layanan mampu ter-cover dengan baik dalam sistem digital yang ada saat ini, setidaknya sistem e-Katalog yang diimplementasikan di Kementerian Pertanian telah membuktikan manfaatnya dengan penghematan biaya belanja pemerintah hingga 40 persen.
Menurut Edhy, sistem tender elektronik yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015 telah memberikan kinerja yang cukup baik dalam hal penghematan. Ia menyebutkan penghematan biaya ini didapat di antaranya lantaran kita tidak perlu lagi harus mengeluarkan budget lebih untuk biasa transportasi dan akomodasi untuk menghampiri pihak-pihak yang berminat ikut tender atau lelang.
Kebijakan digitalisasi dalam pengadaan alsintan ini turut berpengaruh terhadap peningkatan level mekanisasi pertanian di Indonesia. “Pada tahun 2014, level mekanisasi pertanian hanya 0,14. Pada tahun 2018 kemarin meningkat signifikan menjadi 1,68,” jelas Edhy.