Segini Kira-kira Gaji Atta Halilintar dan Najwa Shihab dari Youtube

Rabu, 07 Agustus 2019 | 13:38 WIB
Segini Kira-kira Gaji Atta Halilintar dan Najwa Shihab dari Youtube
Atta Halilintar di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Rabu (12/6/2019). [Sumarni/Suara.com]

Selain itu, melesatnya kehadiran suatu media media start up menurut Sapto, juga ditentukan oleh momentum. Setidaknya ini berdasarkan pengalaman dia merintis dua media terakhir ini, yakni merdeka.com dan tirto.id.

“Merdeka.com momentum nya ada saat berita jatuhnya pesawat Sukoi. Saya habiskan 2 minggu cari konten sampai ujung. Tirto ketika hadir pertama kali akan buat model pemberitaan tentang data, apa yang bisa kita lakukan dalam pemilihan Gubernur DKI, Ahok dan AHY bicara apa kita cari data. Saat ia bicara case kita cek fakta dan ada sumbernya. Jadi begitu dilihat momentum kita memberikan value lebih terhadap pembaca. Tirto konten politik tidak terlalu besar, yang banyak dibaca teman-teman yang sifatnya humaniora,” katanya.

Adapun Titin Rosmasari, pemimpin redaksi CNN Indonesia, mengulas sisi bisnis industri televisi di tengah gempuran digitalisasi. Pemred Trans7 dan CNN Indonesia TV ini mengaku, industri televisi yang dinakhodainya seolah bermain di dua kaki, yaitu di era konvensional dan era new media atau digital.

“Konvensional dan offline dan bagaimana berkomunikasi dengan media. Ada tv yang sudah heavy dari awal di digital akhir ini mengalami dilema finansial. Apakah benar kita ada di dua kaki di dua dunia, mereka jawab iya. Yang kita sampaikan kita semua percaya internet things sudah dua dekade masuk masih ada yang tergagap,” ungkapnya.

Dia menyitir analisa Nielson yang menunjukkan penurunan penonton TV konvensional, namun realitas revenu atau pendapatannya relatif belum turun. Karena itu yang penting disasar saat ini adalah generasi Y, mengincar potensi spending money dari kalangan ini.

“Kebiasaan konsumsi media yang berubah, harus disikapi dengan perubahan model bisnis media itu sendiri. Kaitan internet, TV masih ditonton tapi internet semua orang hadir. Bisnis kita mau tidak mau akan kesitu. Juga isu lain bahwa konvergensi antar sektor sedang terjadi, termasuk di media terus tejadi,” katanya.

Selain itu, Titin juga masih percaya bahwa kemampuan menjaga pangsa pasar membuat industri media konvensional tidak serta merta akan rontok. Dia menyebut sejumlah brand media cetak yang tetap memiliki pangsa pasar dan stabil, yang tidak cuma bergantung dari oplah tetapi juga menggarap kegiatan offline seperti kerjasama event.

“Media cetak yang sudah 22 tahun hidup belum masuk ke ranah digital, dia ada web isinya sama dengan versi cetaknya. Sudah ada pembaca dan langganannya dia tidak mau bergerak ke versi digital. Era digital Indoensia tahapan masih panjang, bukan benar atau salah dalam mengambil keputusan 15-20 tahun lagi ia yakin media cetak masih bertahan. Ada teori the long tail theory for business.

Kembali ke industri televisi, transmedia sebutnya saat ini fokus pada bisnis media masa depan bukan menatap sunset industri. Melebarkan pilihan bagi generasi milenial, misalnya, yang tidak sekedar mencari berita tetapi membuat konten.

Baca Juga: Meskipun Sudah Kena Tegur, Kimi Hime Tidak Akan Ubah Konten YouTube

“Ada personalize konten untuk mereka,” katanya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI